FORUM KEADILAN – Lembaga survei LSI Denny JA menganalisis elektabilitas pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang menurun sejak tiga bulan terakhir.
Meskipun elektabilitas Ganjar-Mahfud selalu berada di posisi kedua, persentasenya terus menurun.
Berikut ini perbandingan elektabilitas ketiga calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dalam tiga bulan terakhir versi LSI Denny JA:
September
- Prabowo-Gibran 39,3%
- Ganjar-Mahfud 36,3%
- Anies-Cak Imin 15%
- Tidak Tahu/Tidak Jawab (TT/TJ) 8,8%
Oktober
- Prabowo-Gibran 36,8%
- Ganjar-Mahfud 35,3%
- Anies-Cak Imin 17,2%
- TT/TJ 10,7%
November
- Prabowo-Gibran 40,3%
- Ganjar-Mahfud 28,6%
- Anies-Cak Imin 20,3%
- TT/TJ 10,8%
Pada November, LSI Denny JA menggelar survei pada 6-13 November 2023 dengan melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak atau multistage random sampling.
Metode survei dilaksanakan melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner. Margin of error survei ini sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Dalam analisis pembicara LSI Denny JA Adjie Al Faraby, salah satu alasan yang menyebabkan elektabilitas Ganjar-Mahfud turun adalah serangan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Blunder kubu Ganjar atau PDIP, Jokowi semakin diserang justru pendukung Jokowi semakin banyak pergi dari pasangan Ganjar-Mahfud. Ketika kita coba buat breakdown dari simulasi tiga paslon, lalu kita coba buat simulasi breakdown pemilih puas dan kurang puas, pilihan atau dukungan pemilih yang puas terhadap kinerja Jokowi ke pasangan Ganjar-Mahfud justru mengalami penurunan,” kata Adjie, Senin, 20/11/2023.
Adjie mengatakan, serangan dari kubu Ganjar-Mahfud ke Jokowi membuat 7,5 persen pendukung Presiden ke-7 RI itu meninggalkan Ganjar. Ia menyebut, pendukung Jokowi berpaling dari Ganjar saat menghadapi serangan tersebut.
“Di Oktober waktu itu di angka 39,4 persen, di November 2023 turun di angka 31,9 persen. Jadi ada blunder yang dilakukan kubu Ganjar, karena semakin menyerang Jokowi, ternyata justru dukunganya di pemilih yang puas terhadap Jokowi justru mengalami penurunan. Ada penurunan 7,5 persen pemilih yang puas dengan kinerja Jokowi lari dari pemilih Ganjar,” ucapnya.
Selain itu, menurut Adjie, Gibran juga merebut basis pemilih Ganjar di Jawa Tengah. Hal itu dapat dilihat dari elektabilitas Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah sebelum penetapan Gibran.
“Basis Ganjar di Jawa Tengah ini semakin direbut oleh Gibran, Prabowo-Gibran pada Oktober 2023 ini angkanya 10,7 persen di pemilih Jawa Tengah, kemudian mengalami kenaikan di angka 24,6 persen. Sementara Ganjar-Mahfud di Oktober 2023 di angka 70,1 persen, justru mengalami penurunan di angka 61,8 persen,” jelasnya.
“Jadi ada penurunan dukungan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah. Selisihnya semakin mengecil, di Oktober selisih cukup jauh di 59,4 persen, namun di November 2023 selisih mengalami penurunan hanya 37,2 persen,” lanjutnya.
Alasan lainnya, lanjut Adjie, karena kinerja Ganjar selama 10 tahun menjadi kepala daerah di Jawa Tengah. Menurutnya, isu Jawa Tengah sebagai provinsi termiskin kedua di Indonesia berdampak pada citra Ganjar.
“Ini kemudian munculkan keraguan publik gimana Ganjar-Mahfud bisa selesaikan masalah paling prioritas yang dianggap oleh publik yaitu isu ekonomi. Ini jadi kritik banyak pihak, kritik publik saat ini, dan ini juga mungkin jadi kampanye oleh pihak lawan, sehingga kampanye terkait soal isu ekonomi dan kapasitas Ganjar dalam selesaikan masalah kemiskinan kemudian juga ikut kontribusi membuat elektabilitas Ganjar alami penurunan,” ujarnya.
Narasi Ganjar sebagai petugas partai, kata Adjie, juga masih menjadi penyebab penurunan dukungan terhadap Ganjar. Adjie berpendapat bahwa narasi yang diberikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada Ganjar justru bersifat kontraproduktif.
“Kata petugas partai ini jadi kritik, jadi kampanye lawan untuk serang Pak Ganjar, karena petugas partai justru memberikan efek negatif kepada Pak Ganjar. Publik meragukan leadership Pak Ganjar dipertanyakan karena Pak Ganjar dianggap tak mampu ambil keputusan sendiri, karena harus terus konsultasi oleh Ibu Mega sebagai ketum atau pemilik partai,” ungkapnya.*