FORUM KEADILAN – Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, menyatakan bahwa pencopotan baliho merupakan tindakan yang merugikan demokrasi, dan TPN bersiap membuka pos pengaduan.
“Kita harus terus-menerus berteriak soal netralitas aparat. Satu-dua hari ini TPN Ganjar-Mahfud akan buka pos pengaduan. Kami akan pelajari case by case dengan melihat bukti-buktinya. Kami akan memprioritaskan laporan ke Kapolri,” kata Todung dalam konferensi pers dan diskusi media di Media Center TPN Ganjar-Mahfud di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 11/11/2023.
Todung menjelaskan, TPN Ganjar-Mahfud akan segera membuka pos pengaduan dan mengundang semua pihak untuk melapor melalui call center terkait netralitas aparat negara.
Menurut Todung, kalau laporan tidak ditanggapi, berarti kasat mata ada ketidaknetralan. TPN Ganjar-Mahfud mengaku tidak mengancam, tapi masyarakat tidak bodoh dan diam saja bila ada ketidaknetralan aparat negara.
Todung mengingatkan, para pejabat dan aparat pemerintahan untuk mempertahankan netralitas dan integritas pemilu, karena tanggung jawab hasil pemilu yang bersih ada di tangan mereka.
“Jangan anggap penyelesaian di Bawaslu dan KPU tidak akan mendelegitimasi hasil pemilu yang curang, karena rakyat punya memori,” kata Todung.
Todung juga menyoroti bahwa keterlibatan aparat dalam mendukung calon tertentu dan mencemarkan nama calon lain dapat merugikan hasil pemilu dan mendiskreditkan proses demokrasi.
“Kami tidak ingin masyarakat menjadi divided society atau masyarakat terpecah karena ini tidak baik bagi bangsa yang sedang menyambut Indonesia emas,” kata Todung.
Todung menegaskan, jika masyarakat terpecah, itu akan menjadi kemunduran bagi Indonesia.
“Kalau ini terjadi akan membuat saya sedih melihat Pemilu 2024. Apa kita akan biarkan bangsa ini mundur? Tidak!” pungkas Todung dengan tegas.
Todung menekankan bahwa proses Pemilu dan Pilpres 2024 sama pentingnya dengan hasilnya, serta proses tersebut tidak boleh dicampuri oleh pihak mana pun.
“Kami sangat kesal dan marah, begitu banyak kejadian yang menciderai proses demokrasi,” tambah Todung.
Dia menyinggung bahwa meskipun wajar melihat baliho capres dan cawapres selama masa pemilu, tindakan aparat yang menurunkan baliho pasangan Ganjar-Mahfud, namun membiarkan baliho Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah penyalahgunaan kekuasaan.
“Ini abuse of power oleh aparat. Apakah mereka mendapat perintah dari atas atau tidak, bagi saya itu tidak penting. Sebab mereka sebagai aparat hukum tidak boleh menciderai proses pemilu,” kata Todung.
Selain itu, kata Todung, ada dugaan keterlibatan kepolisian yang memasang baliho pasangan Prabowo-Gibran.
Menurut Todung, ini suatu hal yang kontras. Kenapa di satu sisi tidak boleh dan dikerjain dengan sistematis, namun di sisi lain ada baliho yang sengaja dipasang oleh aparat.
“Ini jadi akan jadi noda dalam pelaksanaan pemilu. Saya ingatkan jangan underestimate atau meremehkan reaksi dan respons masyarakat atas ketidaknetralan. Baik masyarakat dalam negeri maupun luar negeri, semua sedang mengawasi pelaksanaan Pemilu 2024,” pungkas Todung.*