FORUM KEADILAN – Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) telah mengirimkan surat pemberitahuan pendaftaran Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) sebagai calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sabtu, 14/10/2023.
Dalam surat tersebut, pasangan AMIN dijadwalkan mendaftar pada hari pertama KPU RI membuka pendaftaran capres dan cawapres pada Kamis, 19/10 mendatang.
Namun di satu sisi, sampai saat ini pasangan AMIN masih menempati suara terendah jika dibandingkan dengan dua capres lainnya, yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Memandang hal tersebut, Peneliti dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan, pentingnya komunikasi dan sosialisasi yang serius terhadap massa pendukung AMIN.
Saidiman menjelaskan, sebenarnya posisi ketiga capres tidak ada yang dominan saat ini. Jadi, walaupun Ganjar dan Prabowo berpasangan dengan siapa pun, belum ada calon yang mencapai 50 persen lebih suara.
“Tetapi kalau kita bandingkan dengan Ganjar dan Prabowo, dengan siapa pun pasangan cawapresnya, AMIN posisinya masih nomor tiga,” ujar Saidiman kepada Forum Keadilan, Senin, 16/10/2023.
Saidiman berpendapat, peluang pasangan AMIN untuk lolos ke putaran kedua Pilpres 2024 lebih kecil dibanding kedua pasangan tersebut.
“Saya kira, strategi yang mengajak PKB dan Muhaimin bergabung merupakan salah satu terobosan yang dilakukan oleh Anies untuk keluar dari kebuntuan. Tetapi sampai saat ini, belum kelihatan hasilnya,” ungkapnya.
Saidiman menyarankan, mungkin yang harus dilakukan koalisi pendukung AMIN sekarang adalah berusaha semaksimal mungkin meyakinkan massa pendukungnya.
“Basis PKB cukup besar pada dasarnya. Tetapi, belum semua suara pendukung PKB itu ke Anies. Jadi, masih butuh penjelasan yang lebih kuat dari pasangan Amin kepada massa PKB. Terutama Muhaimin, untuk meyakinkan massa partainya agar serius mendukung Anies,” imbuhnya.
Selain itu, kata Saidiman, KPP juga perlu memperkuat suara di komunitas Nahdlatul Ulama (NU). Kemudian, karena PKB dan NasDem sebenarnya partai pemerintah, penting bagi koalisi AMIN untuk muncul sebagai partai yang merepresentasikan pemerintah.
“Kenapa itu penting? Karena basis pendukung pemerintah sekarang sangat kuat. Sekitar 80 persen dari populasi itu memberi apresiasi terhadap kinerja pemerintahan,” paparnya.
Saidiman melihat, kesan bahwa koalisi Amin sebagai oposisi akan cenderung merugikan. Sebab, basis atau ceruk suara yang beroposisi dengan pemerintah hanya 20 persen dari total pemilih.
Berdasarkan data, Saidiman menyebut, khusus mengenai suara PKB, aspirasinya sekarang masih mengalir ke Ganjar dan Prabowo. Jadi, belum sepenuhnya ke Anies.
“Tetapi dukungan Muhaimin ke Anies itu kan baru sebulan. Jadi, kita lihat nanti bagaimana sosialisasi mereka ke tingkat bawah,” tuturnya.
Bisa juga, karena keputusan elit PKB tidak memperhatikan aspirasi di tingkat bawah, kemudian terjadi split. Dukungan nantinya terbagi dua, untuk calon legislatifnya ke PKB, sedangkan dukungan capresnya entah ke mana.
Lalu, bisa juga lebih buruk dari itu. Menurut Saidiman, bisa publik PKB kecewa dengan keputusan elit karena memilih capres yang tidak mereka dukung, dan memutuskan untuk keluar dari PKB.
Di sisi lain, Saidiman melihat, masih ada beberapa pilihan strategi yang bisa dimainkan lawan politik AMIN.
Ganjar misalnya. Koalisi pendukungnya masih bisa memainkan dua strategi untuk meraup suara. Pertama, dengan cara memperkuat basis suara.
Seperti diketahui, Ganjar punya basis suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jika ingin mempertahankan basis tersebut, rasional kalau Ganjar memilih cawapres yang berasal dari dua daerah tersebut, seperti Yenny Wahid atau Mahfud MD.
Strategi kedua adalah memperluas basis. Kalau Ganjar ingin memainkan strategi ini, menurut Saidiman, memungkinkan bagi Ganjar dan koalisinya untuk mencari tokoh yang populer di daerah di mana Ganjar tidak cukup kompetitif.
“Misalnya Jawa Barat, karena itu nama seperti Ridwan Kamil mungkin bisa juga dipertimbangkan strateginya adalah memperluas basis,” tambahnya.
Sementara untuk Prabowo, Saidiman menjelaskan, sebetulnya ada kebutuhan Prabowo untuk menambah suara di wilayah-wilayah kekalahan mereka dalam dua pemilu sebelumnya. Wilayah tersebut misalnya, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Saidiman memandang, mungkin kekalahan di dua daerah tersebut yang melandasi Prabowo sejak awal berusaha mencari basis dan penetrasi ke sana.
Seperti diketahui, pada awal 2022 lalu Prabowo membangun koalisi pertama kali dengan PKB yang basisnya ini Jawa Timur dan Jawa Tengah.
“Nah, kan sekarang PKB keluar. Jadi, mereka mencari pengganti kekuatan politik yang kira-kira kuat di dua daerah tersebut. Mungkin ini yang menjelaskan kenapa nama seperti Gibran muncul,” bebernya.
Saidiman berpandangan, saat ini antara Ganjar dan Prabowo belum bisa ditentukan siapa kandidat yang paling kuat perolehan suaranya. Tetapi ia mengatakan, pada urutan ketiga masih ditempati oleh pasangan AMIN.*
LaporanĀ Charlie Adolf Lumban Tobing