Tak Perlu Ancaman Jokowi, Dana Desa Tak Boleh Dikorupsi

FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti soal penyelewengan dana desa. Namun, dana desa sendiri sudah banyak dikorupsi.
Jokowi mengklaim, sejak tahun 2015, pemerintahannya telah menggelontorkan dana desa senilai Rp539 triliun kepada 74.800 desa di seluruh tanah air. Untuk itu, seharusnya ada jalan, embung, atau irigasi baru hasil dari dana desa.
“Karena hampir setiap tahun itu kurang lebih Rp1-2 miliar dikirimkan ke desa-desa. Jadi, kalau enggak jadi barang, kepala desanya yang diciduk,” kata Jokowi pada pembukaan Jambore Nasional Dai Desa Parmusi di Cianjur, Selasa 26/9/2023.
Jokowi pun berjanji, akan menerjunkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengecek penggunaan dana desa.
Namun sebagaimana diketahui, korupsi dana desa sendiri sudah sering terjadi. Merujuk pada catatan Indonesian Corruption Watch (ICW), desa menempati peringkat teratas sektor yang paling banyak terjadi korupsi di tahun 2022.
Pada tahun tersebut setidaknya ada 133 kasus korupsi berhubungan dengan dana desa.
Mengutip dari halaman resmi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kemendesa.go.id, dana desa merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kabupaten atau kota.
Dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro menjelaskan, harapan dari dana desa ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Melalui program tersebut, warga dapat terlibat secara langsung memikirkan pembangunan desa dan menentukan program-program apa saja yang dibutuhkan.
Kata Riko, tanpa harus diberi tahu presiden sekalipun, dana desa tidak boleh diselewengkan.
“Saya melihatnya, itu penegasan seorang pemimpin saja. Semuanya kan memang tidak boleh korupsi. Bukan cuma kepala desa, menteri dan presiden pun tidak boleh,” ujar Riko kepada Forum Keadilan, Rabu 27/9.
Riko menilai, masalah penyelewengan dana desa sebenarnya dapat dilihat dari dua hal, yaitu perencanaan dan pelaksanaan.
“Jika perencanaannya sudah tidak maksimum, bagaimana bisa menentukan program itu berjalan dengan baik? Jadi, dalam perencanaan ini, semua rumpun desa ya harus terlibat, tidak bisa satu atau dua orang saja yang merencanakan,” ucapnya.
Kalau perencanaannya sudah bagus, berikutnya adalah pelaksanaan. Dalam pelaksanaan, tentu yang harus diperhatikan adalah pengawasannya.
Menurut Riko, kunci dari pengawasan di sini ialah keterbukaan dan partisipasi. Selain itu, perlu juga tertib administrasi.
“Sering terjadi misalnya membeli semen. Semua tahu beli semen, rakyat tahu, penjual tahu, pemerintah pun tahu. Tetapi tidak tercatat tuh kuitansinya ada berapa. Ini salah satu potensi korupsi,” ungkapnya.
Sependapat dengan Presiden, Riko mengatakan, memang BPKP harusnya dapat berfungsi sebagai pengawasan dana desa. Tetapi selain BPKP, masyarakat dan semua elemen juga punya kewajiban dan keterlibatan untuk mengawasi dana desa.
“Dari zaman kerajaan, desa itu sudah ada. Jadi, menghidupkan desa-desa atau menjaga desa berarti menjaga harta bangsa. Harapan saya, desa dapat menjadi sesuatu yang dapat mendorong percepatan pembangunan negara,” imbuhnya.
Riko menambahkan, persoalan dana desa sebenarnya tidak melulu soal aliran dana. Perlu juga memperhatikan apakah proyek yang dianggarkan desa, tepat sasaran.
“Sering kita melihat desa yang membangun jalan. Tetapi nilai ekonomi jalan itu belum maksimum, karena tidak tepat penempatannya. Secara anggaran itu benar, barangnya ada, dan sesuai. Tetapi manfaatnya kurang,” ucap Riko.
Riko menyarankan, proyek pembangunan dana desa sebaiknya dikuatkan dengan pendampingan dari perguruan tinggi, lembaga riset, atau profesional. Supaya, kebutuhan yang diusulkan di desa itu saintifik, punya daya ukur yang tepat, dan manfaat yang berlebih.
Riko mengaku, dirinya memang belum menelaah efektifitas program dana desa. Namun, baginya program dana desa adalah program bagus yang bisa dilanjutkan oleh presiden terpilih nantinya.
“Kalau melihat dari tata kelola seperti sekarang, bisa diteruskan dengan keterbukaan dan partisipasi. Tetapi dengan catatan tadi, didampingi perguruan tinggi, lembaga riset, atau profesional,” pungkasnya.*
Laporan Novia Suhari