Pilpres Hanya Dua Paslon Dinilai Tak Mungkin

Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. | ist

FORUM KEADILAN – Jelang masa pendaftaran capres dan cawapres yang akan maju di Pilpres 2024 pada 19 Oktober – 25 Oktober 2023 mendatang, pergerakan koalisi antarpartai politik makin intens.

Kini di tengah tiga capres yang beradu gagasan dan program, muncul wacana dua poros di Pilpres 2024 mendatang.

Bacaan Lainnya

Pilpres dua poros pertama kali diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid.

Ia menilai bahwa Pilpres 2024 bisa saja diikuti oleh dua poros saja.

Namun, poros yang sudah pasti adalah Koalisi Perubahan yang mengusung pasangan Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar.

“Pasangan AMIN mengantisipasi semua kemungkinan, kemungkinannya kan tinggal dua, tiga poros atau dua poros. Saya pribadi melihatnya kayaknya tinggal dua poros pribadi ya ini,” ujar Jazilul.

Bak tak setuju dengan pernyataan pihak koalisinya sendiri, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai jika dua poros pemilu berbahaya untuk persatuan.

“Dua poros berbahaya buat persatuan,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Senin, 25/9/2023.

Gejolak polarisasi pemilu nyatanya terjadi pada 2019 lalu hingga berakibat pada munculnya istilah cebong dan kampret dalam masyarakat.

Dengan hadirnya lebih dari dua pasangan, Mardani menilai akan menghindari masyarakat dari polarisasi dan para paslon yang bertarung tidak akan minim gagasan.

Lebih lanjut, Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai, isu dua poros koalisi di Pilpres 2024 hanyalah sebatas obrolan warung kopi.

Pasalnya, ia menilai tak mungkin jika Prabowo Subianto menjadi wakil Ganjar Pranowo dan sebaliknya.

Ia menambahkan, tidak mungkin juga kalau koalisi pengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) melebur, dan bergabung dengan Prabowo atau Ganjar.

Zuhro juga mengungkapkan jika merebaknya isu dua poros Pilpres ini muncul lantaran adanya gimik politik di Indonesia. Sebab, menurutnya lebih masuk akan terdapat poros baru dibandingkan hanya dua poros.

Tidak ada asap jika tidak ada api, Zuhro pun membeberkan awal mula wacana itu berkembang.

Menurutnya, untuk Pilpres 2024 mendatang, dari tiga bakal capres tidak ada yang dominan. Inilah yang membuat cawapres menjadi pendongkrak suara.

“Satu sudah menentukan cawapres, tetapi yang dua belum. Maka muncul, ‘ya sudah jodohin saja’”,” ungkapnya kepada Forum Keadilan pada Senin, 25/9/2023.

Senada dengan Zuhro, Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad juga menyebut tidak memungkinkan jika Pilpres hanya dua poros, namun lebih memungkinkan timbulnya poros baru.

Saidiman memandang, dua poros koalisi hanya dapat terjadi dengan faktor hukum. Misalnya seperti yang terjadi di koalisi Anies Basewedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) belakangan ini. Namun, ia sendiri tidak begitu yakin hal tersebut akan terjadi.

Memiliki pendapat yang sama dengan Zuhro, Saidiman juga mengungkapkan tak mungkin jika Prabowo dan Ganjar bergabung dalam kubu yang sama. Alasannya, keduanya memiliki pendukung masing-masing yang justru akan berpengaruh negatif terhadap elektabilitas apabila keduanya bergabung.

“Penggabungan Ganjar dengan Prabowo kurang realistis alasan pertamanya adalah keduanya kompetitif untuk terpilih sebagai Presiden, sulit apabila salah satu dari mereka mau menerima menjadi cawapres,” ucapnya kepada Forum Keadilan pada Senin, 25/9.

Lahirnya poros baru dinilai Saidiman akan terbentuk dari tokoh yang digadang-gadang akan mendampingi Prabowo, seperti Erick Thohir, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Airlangga Hartarto.*(Tim Forum Keadilan)