FORUM KEADILAN – Kisruh jelang pesta demokrasi makin terlihat usai bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan melontarkan pernyataan mengejutkan. Anies secara blak-blakan menyebut sejumlah pengusaha besar takut memberikan bantuan sumbangan kampanye.
Sejak diumumkan sebagai bacapres pada 3 Oktober 2022 lalu, Anies menyebut hanya pengusaha kelas menengah yang berani memberikan sumbangan dana kampanye.
“Yang membantu, ukuran yang menengah. Yang besar-besar enggak ada yang berani mendekat,” ujarnya dalam acara bertajuk Mata Najwa: 3 Bacapres Bicara Gagasan di Universitas Gajah Mada (UGM) pada Selasa, 19/9/2023.
Disinggung oleh Najwa Shihab soal alasan para konglomerat enggan mendekat padanya, Anies berujar para pengusaha langsung mengalami beragam pemeriksaan. Termasuk pemeriksaan pajak untuk seluruh perusahaannya.
“Mereka takut karena karena kami mengalami pengusaha-pengusaha yang berinteraksi, bertemu, sesudah itu mereka akan mengalami pemeriksaan. Pemeriksaan pajak pemeriksaan-periksaan yang lain-lain,” ujar Anies.
Tak tanggung-tanggung, contoh kasus terjadi pada pengusaha di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Menyadari adanya masalah internal yang dihadapi oleh pasangan capres dan cawapresnya, Ketua DPP PKB Luluk Nur Hamidah menyebut hal ini adalah bentuk penjegalan terhadap Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjadi pendamping Anies.
Pencalonan yang tidak mulus, itulah yang diungkapkan oleh Luluk. Mengingat Cak Imin juga pernah diperiksa oleh KPK sebagai saksi atas kasus korupsi di Kemnakertrans tahun 2012 silam.
“Dari beberapa pernyataan Gus Imin ya pasti (ada upaya penjegalan). Banyak pihak yang berusaha mencoba menggagalkan Cak Imin ini running sebagai cawapres. Tidak mulus-mulus sekali proses pencalonannya, tapi risiko itu kan harus diambil,” katanya kepada Forum Keadilan, Rabu 20/9/2023.
Luluk juga berpendapat jika ada pihak yang merasa ruang gerak dibatasi, hal ini menandakan langkah mundur bagi demokrasi.
Senada dengan Luluk, Wasekjen PKS Ahmad Fathul Bari mengungkapkan apa yang disampaikan oleh Anies merupakan bentuk pembatasan ruang gerak bagi capres. Bahkan secara blak-blakan, ia mengungkapkan bahwa ini adalah bentuk penodaan demokrasi.
“Menurut saya apa yg disampaikan Mas Anies bisa kita dalami karena bukan lagi sekedar membatasi ruang gerak melalui kebebasan berpendapat, tapi mungkin membatasi ruang gerak beliau sebagai capres yang akan melaju nanti dalam pemilihan presiden,” ujarnya.
Menyoal adanya fenomena ini jelang pesta demokrasi, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin secara tegas menilai hukum di Indonesia masih tebang pilih terhadap lawan politik.
Ia menambahkan hukum masih bisa dikendalikan dan dimainkan bagi kepentingan pihak tertentu dan menjadi alat bagi penguasa. Hal ini dianggap bisa merusak demokrasi.
“Demokrasi itu persyaratannya penegakan hukum yang berkeadilan. Jika sudah tajam ke lawan, tumpul ke kawan, maka tinggal tunggu saja kehancuran republik ini,” ungkap Ujang kepada Forum Keadilan pada Rabu, 20/9/2023.
Digunakan oleh pihak tertentu, Ujang menilai pemeriksaan tersebut bisa menjadi bagian dari strategi politik kelompok tertentu yang merupakan lawan politik Anies-Cak Imin demi menurunkan elektabilitas dan citranya.
“Ini salah satu permainan politik saja. Permainan hukum yang menyasar pada Anies, dalam dukung mendukung pasti ada konsekuensinya. Untuk itu dalam politik harus baik personal sebagai capres dan cawapres juga perusahaan pendukungnya harus bersih,” tutup Ujang.*