Minggu, 14 September 2025
Menu

Anggota Komisi II DPR Akui HGU IKN 190 Tahun Terlalu Lama

Redaksi
Rancangan IKN
Rancangan IKN | Sekretariat Negara
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi II DPR RI bersama pemerintah sepakat melanjutkan pembahasan RUU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Salah satu hal yang direvisi adalah berkaitan dengan hak guna usaha (HGU).

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16A ayat (1), (2) dan (3), HGU dapat memiliki waktu perpanjangan hingga 190 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Anggota DPR RI Komisi II, Guspardi Gaus, mengaku masa HGU terlalu panjang jika mencapai 190 tahun.

“Memang bapak menyampaikan pendapat tentang hal itu, kenapa harus begitu lama,” katanya, kepada Forum Keadilan, Kamis, 21/9/2023.

Ia mengatakan kenapa HGU tidak mengacu pada UU Cipta Kerja.

Diketahui dalam UU Cipta Kerja, HGU ditetapkan maksimum selama 95 tahun. Namun, pemberian itu selama tiga tahap. Pemberian 35 tahun, perpanjangan 25 tahun, pembaruan 35 tahun.

“Artinya semuanya itu 95 tahun itu sesuai dengan UU Cipta Kerja, kenapa ini berbeda. Tapi alasannya adalah kalau seandainya sama pemberian masa waktu HGU itu selama 95 tahun seperti di daerah-daerah lain, tentu ini tidak menjanjikan bagi investor untuk menanamkan investasi di IKN,” ujarnya.

Meski begitu, politisi dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan ada beberapa prinsip yang diajukan dalam pengesahan UU tersebut.

“Jangan sampai dengan adanya pembangunan IKN di Kalimantan itu. Pertama prinsip yang diminta yaitu, jangan ada tanah masyarakat, tanah ulayat (tanah nenek moyang) disitu. Harusnya bisa menjadi aset stimulus, artinya jangan malah adanya IKN ini terjadi kemiskinan terhadap masyarakat, adat atau pun orang yang memiliki tanah ulayat di sana,” tegasnya.

Ia mengungkapkan bahwa HGU itu bukan tanah rakyat, atau tanah ulayat. Jadi, HGU itu tanah yang dikuasai oleh negara, hanya memang lazimnya HGU diberikan paling lama 95 tahun, tapi ini justru jauh lebih panjang.

“Dan ini dalam rangka menarik investor untuk berinvestasi di IKN, makanya ada semacam stimulus yang diberikan kepada investor. Sampai detik ini saja masih belum ada investor satu pun yang mau menanamkan sahamnya disitu kan, nah ini adalah salah satu alasan Revisi UU itu dilakukan tentu agar tidak sama dengan wilayah-wilayah lain, dimana HGU itu sesuai dengan apa yang digariskan oleh UU Cipta Kerja,” ungkapnya.

Kedua, ia juga menuturkan meminta agar adanya pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga prinsip-prinsip yang diajukan bisa terjadi. Namun, sayangnya ia mengatakan hal tersebut masih dihantui oleh UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria.

“Yang jelas memang dilakukannya revisi itu dalam rangka, keberlanjutan pembangunan dan penguatan otoritas, masalah management keuangan ada 9 cluster yang disebutkan oleh pemerintah kenapa dilakukan revisi itu. Itu sendiri dimaksudkan salah satunya adalah tentang keberlanjutan pembangunan,” ujarnya.

Kemudian, dengan adanya UU IKN ini. Sebagai komisi II DPR RI ia berharap keberlanjutan pembangunan di IKN ini bisa dijamin oleh UU.

Sedangkan, mengenai aturan yang bisa saja berubah, ia juga buka suara.

“Persoalan nanti seperti apa dan bagaimana, itu tergantung rezim baru yang nanti akan menjadi Pemimpin rakyat. Ya tentu harus bisa, dan akan dilakukan kajian, dilakukan pendalaman, agar serta merta dengan bergantinya rezim, akan terhenti pembangunan itu,” jelasnya.

Akan tetapi dikatakan kalaupun perubahan aturan terjadi, maka mekanismenya harus dilalui, kemudian diperhitungkan investasi yang sudah ada, dan akan dikembalikan kepada DPR baru dan pemerintah baru. *

 

Laporan Novia Suhari