Jumat, 04 Juli 2025
Menu

60 Tahun Widji Thukul, Momentum Negara Tuntaskan Permasalahan HAM

Redaksi
Acara 'Wiji Thukul, Kau Di mana? pada Sabtu, 26/8/2023
Bagikan:

FORUM KEADILAN – ‘Hanya ada satu kata: Lawan!’ adalah salah satu petikan puisi Widji Thukul yang sering dilontarkan ketika ada aksi yang menentang kebijakan yang mencederai hak rakyat.

Kata-kata ini masih sangat relevan dan merupakan ‘slogan’ dalam perjuangan rakyat. Thukul adalah penyambung lidah rakyat yang berusaha melawan ketidakadilan, menumbangkan kesewenang-wenangan yang dilakukan pemerintah.

Koalisi Melawan Lupa yang terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil dan beberapa aktivis lain berkumpul dalam acara ulang tahun Widji Thukul ke-60 yang berkudul ‘Widji Thukul, Kau Di mana?’

Ketua pelaksana acara, Wilson Obrigados berdiri di hadapan publik dan aktivis yang datang pada acara perayaan ulang tahun Thukul ke-60 di Galeri Nasional Indonesia, Sabtu, 26/08/2023. Dirinya mengenakan topi fedora berwarna coklat dan kaus hitam bergambar Widji Thukul dengan tulisan “Widji Thukul Hilang”.

“Banyak puisi-puisi Widji Thukul dibacakan dalam aksi-aksi rakyat. Menuntut demokrasi, keadilan, kesetaraan dan anti militerisme,” ucap Wilson ketika merefleksikan Widji Thukul

“Kita dengar, kita liat, ‘Hanya ada 1 kata: lawan’ masih diteriakan di jalan-jalan, pabrik-pabrik, di aksi-aksi petani dan rakyat. Artinya, penindasan masih ada sampai sekarang,” imbuhnya.

Widji Thukul ialah satu dari tiga belas aktivis yang dinyatakan hilang oleh Komnas HAM pada periode 97-98. Saat itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menerima laporan dari Istri Thukul, Siti Dyah Sujirah alias Mbak Sipon atas hilangnya sang penyair di tahun 2000.

Dalam acara berjudul “Widji Thukul, Kau Di mana?’ Wilson menyebut dalam acara ini bukan untuk sebuah perayaan melainkan “mengenang sebuah tragedi kemanusiaan”.

“Kita di sini bukan untuk berpesta, bukan untuk merayakan kegembiraan. Kita di sini justru mengenag sebuah tragedi kemanusiaan,” ujar Wilson.

Peristiwa penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi merupakan sebuah tragedi bersejarah yang terjadi di akhir masa kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto yang memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.

Melalui militernya, Kopasus yang saat itu dipimpin Prabowo Subianto, salah satu bacapres Indonesia pada pilpres mendatang, diduga menculik dan menangkap aktivis-aktivis yang menuntut reformasi.

Bukan Isu 5 Tahunan

Acara 'Wiji Thukul, Kau Di mana? pada Sabtu, 26/8/2023
Acara ‘Wiji Thukul, Kau Di mana? pada Sabtu, 26/8/2023

Koalisi Melawan Lupa menolak argumen bahwa isu penculikan dan penghilangan paksa merupakan isu 5 tahunan yang selalu keluar menjelang adanya Pemilihan Presiden.

Wilson menyebut koalisi telah memperjuangkan isu orang hilang dalam kurun 25 tahun terakhir. Dia berkata, dirinya dan keluarga aktivis yang ditinggalkan tidak lelah menuntut kejelasan kasus ini ke pemerintah.

Menurutnya, ini adalah sebuah kebohongan ketika ada yang menyebut kasus orang hilang hanya muncul setiap 5 tahun sekali.

“Yang menyatakan isu 5 tahun sekali bukan kita, (pelaku) yg sebetulnya takut isu penculikan dan penghilangan paksa diangkat kembali. Karena itu mereka menjadi bagian dari kejahatan politik di masa lalu,” ucapnya.

Wilson menyindir mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik, Budiman Sudjatmiko yang merapat dengan terduga pelaku penculikan dan penghilangan aktivis di tahun 1997-1998, Prabowo Subianto yang dulu menjabat sebagai Komandan Kopasus.

“Budiman bergabung dan bersekutu memenangkan Capres (Prabowo) yang kemungkinan mengetahui di mana lokasi Widji Thukul berada,” ujarnya.

Selaras dengan Wilson, Direktur Imparsial Gufron Mabruri mempertanyakan langkah Budiman yang mendukung Prabowo sebagai capres pada pilpres 2024 menanti.

“Kok bisa yang dulu berjuang mendorong demokrasi dan menuntaskan isu HAM masa lalu justru mengambil langkah-langkah politik yang bersebrangan dengan itu. Ini bukan soal personal, tapi bagian dari semangat dan nilai perjuangan politik 98 yang perlu selalu didorong,” ujarnya saat dihubungi Forum Keadilan pada awal Agustus lalu.

Ghufron mewanti-wanti agar kejahatan kemanusiaan serupa tidak kembali terulang di masa mendatang. Dirinya menilai bahwa Indonesia memerlukan pemimpin politik yang bebas dari catatan pelanggaran hak asasi manusia.

“Jangan sampai persoalan-persoalan politik yang berkaitan dengan sejarah politik Indonesia di masa lalu terulang lagi di masa depan. Terlalu mahal harganya,” lanjutnya.

Janji Politik Jokowi yang Tidak Dipenuhi

Di tahun 2014, Jokowi sejatinya berjanji untuk menemukan sang penyair apabila dirinya terpilih menjadi Presiden.

Dalam kanal YouTube milik Jakartanicus dengan judul “Apa Jawaban Jokowi, Saat Ditanya Soal Widji Thukul?” Jokowi menyebut akan mencari Thukul sampai jelas.

“Ya dicari, dicari biar jelas.  Mbak pon temen baik saya, anaknya temen baik anak saya,” ucap Jokowi.

Paska terpilih dan dilantik sebagai Presiden di tahun 2014, Jokowi sempat menyebut  bahwa akan menuntaskan tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang mana salah satunya ialah kasus penghilangan orang secara paksa di tahun 1997-1998.

Sebelumnya pada tahun 2007, DPR RI telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penanganan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa. Pansus ini, pada September 2009, mengesahkan empat rekomendasi, yaitu:

Kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc; Membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang; Memberikan reparasi dan kompensasi pada keluarga korban; dan, Meratifikasi konvensi anti-penghilangan paksa.

Namun dari masa kepempininan SBY yang kedua sampai menjelang akhir periode kedua Jokowi, rekomendasi Pansus DPR belum ditindaklanjuti dan janji-janji tersebut masih juga belum dipenuhi.

Alih-alih memenuhi janji, Jokowi justru mengangkat terduga pelanggar HAM dan penculikan aktivis masuk ke jajaran kementeriannya yaitu Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.

Pada pilpres 2024 mendatang, Ketua Umum Partai Gerindra disebut sebagai salah satu kandidat capres terkuat.

Wilson mengatakan hari lahir Widji Thukul merupakan momentum yang tepat untuk mengingatkan kembali kepada negara bahwa kasus penghilangan secara paksa belum tuntas.

Menurutnya, menjelang pemilu dan pilpres 2024, setiap partai politik yang bertarung harus mengungkap kasus dan membentuk tim pencarian untuk aktivis yang hilang di tahun 1997-1998, yang salah satunya ialah Widji Thukul.

“Syarat ini tidak bisa dinomorduakan dan tidak bisa dinegosiasikan,” ucapnya.

“Dan menurut saya, syarat itu tidak bisa dipenuhi oleh penculik yang menjadi capres. Mana mungkin penculik yang menjadi capres membongkar kejahatannya sendiri. Dia pasti akan menguburnya kalau tidak dipetieskan,” tutup Wilson.*

 

Laporan Syahrul Baihaqi