FORUM KEADILAN – Pengamat sekaligus Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Bidang Kajian Kebijakan Transportasi IB Ilham Malik mendorong uji laboratorium guna memastikan salah desain jembatan rel lengkung (longspan) LRT Jabodebek yang menghubungkan jalan Gatot Subroto dan Kuningan.
“Kita tidak bisa melakukan justifikasi terhadap itu, walaupun mungkin ada beberapa kekhawatiran terhadap lengkung dari tikungannya. Kemudian, ada rendahnya kecepatan kereta yang akan melintas yang hanya 20 KM/jam. Itu sebagai tanda-tanda tapi untuk melakukan penilaian terhadap itu harus melakukan pengujian uji lab. Itulah yang nanti akan menghasilkan jawaban yang paling objektif,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis 3/8/2023.
Kata dia, untuk dapat menyebut longspan tersebut salah desain tidak bisa dilakukan dengan hanya melihat begitu saja. Namun, perlu diuji laboratorium oleh ahli. Meskipun di beberapa variabel yang digunakan memungkinkan mengatakan bahwa itu salah desain
“Jadi kita perlu melihatnya dari sisi akademis, perlu diuji kemudian dapat dilihat hasilnya. Walaupun beberapa variabel mungkin digunakan untuk mengatakan bahwa dia gagal desain. Tapi sesungguhnya dia bukan gagal desain kalau belum melalui pengujian lab sebagaimana mestinya. Masalah teknis semacam ini kita nggak bisa pakai feeling tapi harus melalui uji lab,” sambungnya.
Menurut Ilham, pernyataan salah desain tersebut sangat bergantung pada hasil uji laboratorium. Sehingga dapat diketahui kondisi teknis dari bangunan tersebut. Ia menjelaskan, proses pertama dalam pembangunan LRT adalah melakukan studi kelayakan.
Kemudian, dianalisis sehingga lahirlah master plan yang nantinya akan menghasilkan desain sampai detail pembangunan lainnya hingga bangunan tersebut dapat dioperasikan.
“Dulu, pernah terdengar telah melalui mekanisme pengujian lab tapi detailnya kita perlu mengkonfirmasi kepada yang mendesainnya. Karena longspan ini sudah mendapatkan penghargaan sebagai desain yang paling ekstrem tapi ternyata bisa untuk dibuat. Jadi kita perlu objektif menilainya, apakah memang ini merupakan sebuah desain yang layak untuk digunakan seperti statemen dari berbagai pihak bahwa ada kesalahan dalam desain,” jelasnya.
Untuk kecepatan kereta yang katanya harus mengubah kecepatan saat di jalur tertentu memiliki mekanisme dan dapat didukung berbagai faktor. Ilham menerangkan, semua segmen rel kereta memiliki karakteristik dan kecepatan masing-masing.
“Dan faktornya banyak, mulai dari tingkat kecepatan arah angin yang bisa mempengaruhi kereta api ketika melintas kemudian karena faktor perilaku tanah yang ada di bawahnya yang jadi pondasi tiangnya. Kecepatan itu bisa didesain dan kecepatan dikurang-kurangin itu bisa didesain sesuai dengan karakteristik konstruksi yang dilalui. Karakteristik konstruksi kan ada yang sangat kuat strukturnya tapi ada juga yang tidak. Ini sangat dipengaruhi jenis bahan dan perilaku penanganan teknisnya,” ungkapnya.
“Ada metode teknis dalam penguatan struktur dalam setiap bangunan. Baik itu dari segi materialnya atau penguatan tanah, model pondasi, model struktur yang digunakan. Itu dipengaruhi dan mempengaruhi pembiayaan karena itu untuk melakukan justifikasi apakah salah atau tidak sangat bergantung pada uji lab. Lagian kan ini masih masuk dalam masa uji coba, apakah memang dalam perencanaanya dulu sudah ada pengujian. Kalau sudah ada dan dinyatakan lolos jadi tidak ada alasan untuk mengatakan ini salah konstruksi. Harus ahli yang melakukan penilaian, ahli yang akan melihat dari hasil uji lab,” tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, salah desain longspan LRT Jabodebek itu menyebabkan tikungan tajam, sehingga kecepatan kereta melambat. Jika tikungan jembatan itu digarap melebar, maka kereta LRT Jabodebek bisa tetap melaju dengan kencang.
Jembatan lengkung LRT itu dibangun di atas flyover Tol Dalam Kota dan membentang sepanjang 148 meter. Longspan LRT ini memiliki radius lengkung 115 meter serta menggunakan beton seberat 9.688,8 ton.* (Tim FORUM KEADILAN)