FORUM KEADILAN – Hari Anak Nasional sudah diperingati tiap tanggal 23 Juli, nyatanya hingga kini perlindungan terhadap anak-anak belum maksimal dilakukan oleh pihak terkait.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahkan menyebutkan kasus-kasus terkait anak yang menjadi korban masih terus bertambah setiap tahunnya.
Selain masalah Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), masalah anak juga banyak terkait kasus pendidikan.
“Banyak anak-anak yang menjadi korban perdagangan manusia, banyak juga anak-anak yang sekolah dengan kualitas pendidikan kurang baik, banyak juga yang mengalami berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual, kemudian banyak juga yang mengalami berbagai bentuk diskriminasi, jadi ada juga anak-anak yang bekerja, sebagai pekerja anak gitu ya. Harusnya dia masih sekolah tetapi sudah dipaksa untuk bekerja di sektor tertentu, dengan kualitas tempat kerja yang tidak memadai, tidak manusiawi,” kata Wakil Ketua Komnas HAM, Abdul Haris, kepada Forum Keadilan, Minggu, 23/7/2023.
Melihat permasalahan tersebut, ia meminta pemerintah pusat dan daerah bersama dengan lembaga terkait untuk mengentaskan permasalah anak di Indonesia. Ia berpendapat perlu adanya tindakan konsisten dari pemerintah.
Selain permasalahan tersebut, Abdul Haris juga menegaskan jika anak-anak kerap kali dimanfaatkan dalam perbuatan tindak pidana. Salah satunya sebagai kurir narkoba. Hal ini terjadi lantaran proses hukum anak-anak yang berbeda dari orang dewasa hingga mereka bisa mendapatkan hukuman yang ringan.
Dalam kasus yang melibatkan anak-anak, Haris juga menegaskan perlu adanya tindakan pendalaman agar pelaku yang memanfaatkan anak untuk melakukan tindak kriminal tersebut bisa diberantas tuntas.
Sejauh ini, Komnas HAM telah berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengatasi masalah yang melibatkan anak-anak. Untuk mengatasinya Haris mengungkapkan persoalan yang mengorbankan anak tersebut harus dilihat dari faktor penyebabnya.
“Inikan sangat tergantung dari jenis persoalan si anak yaa, misalnya di Komnas itu kita bentuk tim TTPO, dan kita tahu banyak anak yang menjadi korban TPPO Jadi kita mendorong supaya penanganan terhadap korban TPPO ini bisa dilakukan secara sungguh-sungguh, sesuai dengan peraturan Perundang-undangan, sehingga pelakunya bisa dihukum secara berat. Dan juga untuk korban dapat memperoleh ganti rugi, kemudian rehabilitasi medis psikologis, psikososial, perlu dilakukan kepada korban,” Ungkapnya.
Selain itu, Komnas HAM melalui tim TPKS juga melakukan pengawasan terkait kasus tersebut.
“Nah jadi, komnas juga melalui tim TPKS, melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja dari penegak hukum untuk mencegah jangan sampai ada kasus TPKS, dan penegak hukumnya bisa cepat mengatasi persoalan itu, dan menyeret pelakunya dan memprotes sesuai hukum yang ada. Nah selain itu, kita juga memastikan bahwa sebagai korban diperlakukan dengan baik, agar si korban ini dapat kembali pulih seperti biasa, seperti sebelum peristiwa itu terjadi,” tegasnya.
Hingga saat ini, Haris mengaku Komnas HAM telah membentuk banyak tim untuk menindaklanjuti kasus anak. Terutama ada beberapa kasus anak yang terjadi lantaran kurangnya perhatian dari pemerintah daerah.
“Ya kalau kita lihat untuk berbagai bentuk kekerasan itu banyak terjadi di kota ya, tetapi bukan berarti di desa itu tidak ada,” katanya.
Berbeda dengan di kota, kasus anak di desa lebih cenderung banyak mengenai pendidikan yang tidak merata.
“Di desa relatif anak-anak itu susah akses pendidikan, ketersediaan sekolah anak di desa itu juga terkadang terbatas, sering kali anak-anak di desa juga sudah dipaksa untuk bekerja, tetapi untuk berbagai bentuk eksploitasi, TPPO, TPKS, itu banyak terjadi di daerah kota, baik di kota besar atau di kota yang tidak terlalu besar,” tandasnya.*
Laporan Novia Suhari