Bukan Banyaknya Warga ke TPS, Ini Indikator Suksesnya Pemilu Kata Pakar

Pengamat Politik Ray Rangkuti | Ist
Pengamat Politik Ray Rangkuti | Ist

FORUM KEADILAN – Kesuksesan pemilihan umum (Pemilu) dapat dilihat dari sejumlah indikator. Namun, menurut pengamat politik, sekaligus Aktivis Indonesia, Ray Rangkuti, selama ini, lembaga penyelenggara Pemilu salah mengindikasikan atau menakar kesuksesan Pemilu.

“Kita butuh bukan hanya Pemilu biasa saja, begitu-begitu saja, tapi kita butuh waktu demi waktu sebuah Pemilu yang lebih transparan, partisipatif, demokratik,” kata Ray Rangkuti dalam diskusi Evaluasi Kinerja Petugas Komisi II Dalam Penyelenggaraan Pemilu, di kantor Formappi, Jakarta, Kamis 13/7/2023.

Bacaan Lainnya

“Transparan itu, kita tahu sekarang partai politik sudah belanjakan uang berapa untuk kepentingan iklan di televisi-televisi nasional, kita tahu berapa yang mereka keluarkan untuk pembuatan baliho, yang mereka keluarkan untuk pembuatan bendera yang ditancapkan di mana-mana di seluruh pelosok ibukota,” lanjut Ray.

Dalam diskusi itu, alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menyoroti ihwal minimnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya Pemilu saat ini.

“Itu yang penting bagi para (penyelenggara) Pemilu sekarang ini, yang sayang ya, lagi-lagi alih-alih kita bisa melakukan investigasinya (sumber dana kampanye) malah pintu untuk keterlibatan partisipasi publik diperkecil lagi,” ujarnya.

Ray bilang, harus ada yang berperan untuk mengingatkan bahwa suksesnya Pemilu itu bukan soal masyarakat yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) mencapai 80 atau 90%.

“Ini sudah seperti yang ada di kepala kita mengukur sukses Pemilu itu banyaknya orang datang ke TPS. Menurut saya keliru, sukses pemilu bagi KPU, Bawaslu dan DKPP, itu duitnya (kampanye) tahu dari mana asalnya, bisa dipertanggungjawabkan, sukses Pemilu itu tidak ada politik uangnya, sukses memiliki netralitas ASN-nya teratasi, sukses Pemilu itu tidak ada politik identitasnya,” bebernya.

Berkaca pada negara-negara tetangga, kata Ray, juga perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran jika sukses Pemilu bukan soal angka daftar pemilih.

“Sukses Pemilu bukan berapa besar jumlah pemilih yang datang ke TPS dan di negara-negara yang kita tahu demokrasinya matang jumlah peserta pemilih itu tidak tinggi-tinggi amat, tapi ya dari mana lu punya duit itu ketahuan daripada spanduk-spanduk yang iklan-iklan, macam-macam itu dibuat ketahuan,” ungkapnya.

“Kalau orang melihatnya seperti, katakanlah pada Pemilu sebelumnya siapapun yang kita pilih yang keluar ya tetap saja yang ujung-ujungnya korupsi itulah yang ada di kepala masyarakat, malas ke TPS, buat apa untuk sosialisasi,” lanjutnya.

Pengamat dengan nama asli Ahmad Fauzi itu juga menilai aliran dana kampanye partai politik menjadi kunci suksesnya penyelenggaraan Pemilu buat negara.

Nah itu menurut saya yang paling penting, cara kita memaknai yang disebut sukses penyelenggaraan Pemilu bukan lagi soal orang datang ke TPS, berbondong-bondong seperti KPU yang mengatakan target kami 80%, bukan target itu. Target KPU itu duit penyelenggara Pemilu itu bisa diaudit transparan sesuai dengan fakta, dia menyebut Rp3-4 miliar tapi yang dibelanjakan sudah sampai Rp10-12 miliar, itu jelas bukan Pemilu yang demokratik,” ucapnya.

“Dari itu kita harus mengubah mindset sekitar, soal apa yang disebut dengan Pemilu demokratik itu. Bukan sukses dari sekadar orang datang ke TPS ke belahan yang lain. Tapi adalah pimpinannya dipilih melalui mekanisme yang seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan secara benar kepada publik,” paparnya.

Terakhir, Ray berharap lembaga penyelenggara Pemilu dapat mendengarkan saran dan masukan dari masyarakat agar hakikat Pemilu sukses tidak salah diartikan.

Nah menurut saya di situ, kerangka itulah diskusi ini kita buat, mudah-mudahan setelah ini kalau itu pun diperhatikan oleh kawan-kawan penyelenggara Pemilu dapat memotivasi kembali untuk kembali ke jalur yang benar. Jalur benar itu adalah bersama-sama dengan masyarakat secara umum memastikan Pemilu yang demokratik, Pemilu yang transparan, di mana akses keuangan para peserta Pemilunya seluas-luasnya dapat diakses oleh masyarakat,” tandasnya.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait