FORUM KEADILAN – Gangguan stabilitas keamanan yang ditimbulkan kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau kelompok kriminal bersenjata (KKB) bak kisah drama tak berujung. Berlarut dan tidak pernah terselesaikan.
Belakangan gerakan separatis semakin merajalela, bahkan terkesan semakin ‘ngelunjak’ alias over confidence akibat sikap ambigu pemerintah dalam menyikapi manuver-manuver kelompok separatis.
Belakangan pimpinan KKB Egianus Kogoya bahkan berani meminta uang tebusan sebesar Rp5 miliar sebagai mahar pembebasan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang telah disandera sejak awal tahun 2023 lalu.
Sepak terjang kelompok separatis dan lunaknya sikap pemerintah, membuat gerah analis pertahanan Connie Rahakundini.
Connie mengingatkan dalam konteks pertahanan dan keamanan, tidak hanya oleh manuver kelompok separatis, Papua saat ini berada dalam kondisi kritis. Tak sekedar dipicu oleh maneuver separatis, lebih bahaya dari itu adalah terkait perjanjian antara Amerika Serikat dengan Papua Nugini. Dalam pakta itu kedua negara sepakat dapat melakukan kegiatan apa pun dan kapan pun di kawasan Papua Nugini.
Kondisi ini menurut Connie harus direspons pemerintah dengan menetapkan Papua sebagai wilayah DOM atau Darurat Operasi Militer, seperti yang pernah dilakukan terhadap Aceh di masa kepemimpinan Presiden Megawati.
Pernyataan keadaan bahaya dengan tingkat keadaan darurat militer ditetapkan oleh presiden melalui sebuah keppres atau keputusan presiden.
“Kita tahu perbatasan Papua Nugini dan Papua ini kan perbatasan darat yang panjang. Ini menurut saya harus dipikirin, nggak boleh main-main, termasuk menggunakan private company. Mau pakai wagner kek, atau siapa pun,” kata Connie Rahakundini kepada Forum Keadilan, Kamis, 6/7/2023.
“Kalau sudah perlu why not? Karena buat saya kita nggak boleh membiarkan prajurit kita terombang-ambing terlalu lama,” imbuhnya.
Connie menuturkan fakta sejarah operasi militer pernah dilakukan di Indonesia dan terbukti efektif dalam menumpas kelompok separatis. Keppres Darurat militer di Aceh itu ditandatangani Presiden RI ke-5, Megawati, pada tanggal 19 Mei 2003.
Darurat militer yang berlangsung sekitar satu tahun itu diberlakukan untuk melawan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM). Operasi merupakan operasi militer terbesar Indonesia sejak Operasi Seroja di Timor Timur (kini Timor Leste) pada tahun 1975.
“Papua pendekatannya dua hal. Pertama militer. Belajar dari Bu Mega, GAM itu operasi penuh militer dan itu diputuskan dengan sebuah keppres (keputusan presiden) yang jelas. Kenapa itu perlu? Jadi tentara itu tahu, dia itu punya kekuatan di lapangan,” terangnya.
Selain kekuatan militer, pendekatan lain yang harus dilakukan pemerintah di Papua menurut Connie adalah menggunakan ilmu sejarah dan sosiolog. Ia mencontohkan VOC saat Perang Aceh mampu menang dan membuat banyak ratu-ratu Aceh dan kesultanan kehilangan kekuasaan.
“Hanya karena perspektif Islam melihat kepemimpinan perempuan, di balik. Kenapa kita nggak bisa melakukan hal yang sama,” kata Connie.
Lebih jauh Connie menekankan bagaimana arsip sebagai bukti sejarah menjadi kekuatan. Adu persepsi dalam hal ini menjadi tolak ukur dalam membuat Papua kembali damai. Conny mengemukakan Pepera yang berlangsung tanggal 14 Juli 1969 sebagai titik bergabungnya Papua ke Indonesia sebagai contoh.
Banyak masyarakat Papua disebut Connie yang membicarakan Pepera, namun tak mengetahui jelas peristiwa itu. Banyak anak-anak muda Papua yang percaya bahwa di masa silam orang tua mereka disakiti dan dipaksa tanda tangan.
“The story is not like that. Ada jelas-jelas Pepera itu di Arsip Nasional. Siapa yang menjemput juga dari UN. Makanya keluar resolusi PBB. Nah ini tuh mesti diaktifkan disosialisasikan, jadi kita tuh jangan kalah. Dunia dalam tahap perang persepsi. Jadi kalau lawan menciptakan persepsi, kita harus lawan persepsi itu,” imbuh Connie meyakini darurat militer yang cepat dan tegas, serta dilanjutkan pendekatan keilmuan dan sejarah akan membuat Papua terbebas dari gerakan separatis.
Seperti diketahui, gangguan keamanan hingga kini masih terus terjadi oleh kelompok kriminal bersenjata. Terbaru KKB dilaporkan melakukan serangan di Titigi Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, Selasa, 4/7/2023. Kontak senjata terjadi antara aparat TNI dengan KKB. Dua personel TNI dari Yonif PR 330/TD dikabarkan mengalami luka tembak.
Selain itu, TPNPB-OPM juga masih menyandera pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, sejak Februari 2023 lalu. Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, Philip harus bisa diselamatkan dan proses negosiasi tak boleh melibatkan pihak asing.
Adapun Panglima TNI Laksamana Yudo Margono usai pertemuan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wapres, Selasa, 4/7/2023, mengatakan membuka ruang negosiasi untuk keselamatan Philip Max.* (Tim Forum Keadilan)