Pakar Hukum Sebut KPK Harus Dievaluasi Soal Rumor Targetkan Yasin Limpo

Pakar hukum pidana Mudzakir
Pakar hukum pidana Prof Mudzakir. | ist

FORUM KEADILAN – Pakar hukum pidana Profesor Mudzakir mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bekerja berdasarkan pada asas-asas yang telah diamanatkan Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002. Apabila KPK sudah melenceng dari tugas dan fungsinya, maka lembaga antirasuah itu mesti dievaluasi.

Hal ini dikatakan Mudzakir dalam menanggapi kerisauan publik ihwal dugaan KPK bekerja berdasarkan pesanan, dan kepentingan politik. Dugaan itu mencuat ketika nama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo disebut-sebut menjadi target KPK untuk dijadikan tersangka.

Bacaan Lainnya

Mantan Wamenkumham Denny Indrayana beberapa waktu lalu mengatakan, seorang Menteri berinisial SYL, diduga kuat Syahrul Yasin Limpo, sedang ditarget menjadi tersangka oleh KPK. Yasin Limpo diketahui merupakan Menteri dari Partai NasDem, yang saat ini merupakan partai oposisi pemerintah

Menanggapi rumor yang berkembang, Mudzakir mengatakan, dalam penegakan hukum tidak boleh berdasarkan pandangan politik, dan tebang pilih.

“Jika benar Menteri Yasin Limpo itu diproses dan ditarget jadi tersangka karena berasal dari NasDem, saya tidak sependapat dengan cara seperti itu, jika KPK bekerja pilah-pilih dan berdasarkan pesanan, saya kira KPK melanggar hukum dan juga melanggar konstitusi,” kata Mudzakir kepada Forum Keadilan, Senin, 19/6/2023.

Mudzakir bilang, fungsi KPK adalah menegakkan hukum dan keadilan, yang artinya harus merdeka dari kekuasaan mana pun. Maka KPK semestinya hanya mengabdi kepada hukum dan keadilan, dan itu pun dilakukan semata-mata demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

“Jadi jangan sampai memproses orang disebabkan karena supremasi politik. Atau ketidaksukaan terhadap pemerintah, atau pun oposisi pemerintah, sehingga yang oposisi pemerintah dicari-cari kesalahannya dan harus dipenjara, saya kira itu tidak benar ya dalam praktik penegakan hukum,” ujarnya.

Apabila KPK bergeser dari tugas dan fungsi yang seharusnya, dan terbukti melanggar kemerdekaannya yakni berdasarkan pesanan pihak tertentu dalam menangani perkara pidana, maka KPK melanggar konstitusi pasal 24 ayat 1 UUD 1945.

“Nah, atas dasar itu, sebaiknya harus dievaluasi, ini KPK benar tidak bertindak atas dasar itu. Apabila benar KPK bertindak atas dasar itu, maka menurut saya harus ada pihak-pihak tertentu, dalam hal ini penyidik polisi atau jaksa yang bertindak lebih objektif daripada KPK itu,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu.

KPK, kata Mudzakir, adalah lembaga yang dibentuk dengan UU nomor 30 tahun 2022. KPK harus kembali ke habitatnya bahwa KPK itu penegak hukum dalam perkara tindak pidana korupsi, yang seharusnya menjadi pioner kepada aparat penegak hukum yang lain.

“Kalau KPK benar bertindak seperti yang diduga publik, maka KPK sudah melenceng dari habitat aslinya. Sebaiknya KPK ditinjau kembali eksistensinya jika lembaganya sudah diselewengkan,” kata Mudzakir.

Sejatinya, lanjut dia, KPK tugasnya bukan untuk penegakan hukum seperti yang terjadi sekarang ini. KPK tugasnya mengawasi penegakan hukum agar dalam prosesnya tidak terkontaminasi atau tidak disalahgunakan dan dilakukan tindak pidana korupsi. Kalau tindak pidana korupsi itu terjadi, maka KPK menggunakan wewenangnya dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

“Jadi kalau sekarang bergeser KPK juga melakukan penyelidikan dan itu dilakukan pilah pilih yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip penegakan hukum, ya sebaiknya KPK mengevaluasi diri atau mungkin KPK dievaluasi oleh lembaga yang kompeten, ditinjau kembali apakah KPK masih relevan atau tidak,” katanya.

Mudzakir melanjutkan, jika dulu sejarahnya adalah KPK melakukan evaluasi terhadap praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik polisi dan penyidik jaksa, maka sekarang giliran sebaliknya, Kejaksaan RI dan kepolisian RI sebaiknya melakukan evaluasi apakah cara KPK melakukan penegakan hukum sudah benar atau belum.

“Karena kalau memang KPK yang menyeleweng atau tidak sesuai ya mesti dievaluasi, perkaranya bisa di take over kepada Jaksa atau penyidik polisi,” tandasnya.

“Kita imbangannya balik lah, kalau dulu KPK melakukan pengawasan terhadap penegakan hukum supaya lurus, dan sekarang kalau KPK yang tidak lurus maka diawasi oleh polisi dan Jaksa. Untuk perkaranya bisa di take over ke polisi atau Jaksa. Jadi supaya pas lah, ada imbangan,” imbuh Mudzakir.*

Pos terkait