Kerinduan Pergantian Rezim Jadi Modal Kuat Anies

Anies Baswedan
Anies Baswedan | Ist

FORUM KEADILAN –Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai keiginan masyarakat atas pergantian rezim sebagai salah satu modal kuat Anies Baswedan memenangkan Pilpres 2024.

Zuhro menyampaikan, peluang menggoyang Koalisi Perubahan dengan gimmick Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpotensi sebagai cawapres diusung menjadi gambaran ketakutan PDIP terhadap peluang besar Anies menjadi presiden terpilih di pesta demokrasi mendatang.

Secara aktual dan kontekstual, menurutnya perhelatan Pilpres 2024 mendatang adalah mengenai pertaruhan para partai politik dan koalisi terbentuk dalam mengusung sosok Capres dipilih. Kepiawaian dan taktik dipilih akan menentukan siapa pihak yang beruntung ataupun kecolongan.

Potensi Anies saat ini menurut Zuhro sangat besar untuk terpilih menjadi presiden pengganti Joko Widodo (Jokowi). Sejarah kata Zuhro, memperlihatkan selama perhelatan Pemilu paska reformasi nyaris tidak ada parpol petahana yang menjadi pemenang di periode berikutnya. Hanya PDIP yang berhasil memenangkan Pemilu selama dua kali berturut-turut, yaitu Pemilu 2014 dan 2019.

“Tapi secara umum, sejarah politik menunjukkan bahwa Pemilu sangat biasa menghadirkan siapa yang tidak di pemerintah, itu yang memenangkan. Seperti Pemilu tahun 1999 dimenangkan PDIP, bukan Golkar. Tapi ketika PDIP sudah memenangkan di 99, Pemilu 2004 PDIP kalah dan yang memenangkan adalah Golkar. Ketika 2004 SBY memerintah, tahun 2009 yang memenangkan bukan golkar lagi, ternyata Demokrat,” beber Zuhro.

Ia mengungkapkan, bertambahnya penduduk miskin merupakan kondisi riil di Indonesia saat ini. Namun ancaman atas kesenjangan sosial dan ekonomi seolah dikaburkan pemerintah dengan berbagai isu lain.

“Karena politik maka dialihkan. Yang membahayakan bukan kesenjangan sosial dan ekonomi, yang bahaya itu kadrun, radikal, ini yang tidak ada pembelajaran politik. Maka itu mengapa Anies menjadi tagline untuk pemilih yang merasakan dead bored, bosan. Maka mengapa Pemilu itu makanya tidak hanya kompetisi tapi adalah koreksi terhadap rezim,” timpalnya.

Catatan mengenai adanya pergantian pemenang, khususnya di luar partai penguasa disebut Zuhro tentunya juga menghantui PDIP saat ini.

“Mengapa Anies dianggap moncer? Ada kerinduan dari masyarakat, dari publik itu pentingnya rezim change, pergantian rezim. Maka tagline perubahan tadi itu diangkat. Bosan kita dengan cara ini, rakyat yang miskin tambah banyak, kebutuhan pokok tidak terpenuhi, korupsi luar biasa,” tukas Zuhro.

Sebagai Capres diusung Koalisi Perubahan, Anies dinilai Zuhro juga memiliki kelebihan lain, yaitu pola berkomunikasi yang baik serta santun. Dengan mengusung konsep ‘Maju Kotanya Bahagia Masyarakatnya’, saat menjabat Gubernur DKI Anies dipandang mampu membuat masyarakat tak memiliki tensi tinggi atas semua kebijakan maupun program dikeluarkan.

“Nah itu juga menjadi amunisi sendiri, menjadi poin yang akhirnya akumulatif. Ada pengakuan di situ. Meskipun secara politik berusaha distigma sedemikian rupa. Tapi kan orang menyaksikan, riilnya, konkritnya,” Zuhro berkomentar. *