Sulitnya Merubah Budaya Upeti Di Tubuh Polri

Ilustrasi suap di lingkungan Brimob Polda Riau. (Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan)

FORUM KEADILAN – Untuk kesekian kalinya aib Polri dibongkar oleh internalnya. Adalah Bripka Andry yang mengaku memberikan setoran senilai Rp 650 juta kepada atasannya di Batalyon (Danyon) B Pelopor Manggala Rokan Hilir, Polda Riau.

Imbas adanya dugaan transaksional itu, Kompol Petrus Hottiner Simamora sebagai Komandan Batalyon (Danyon) B Pelopor Manggala Rokan Hilir dicopot dari jabatannya. Pamen Brimob ini juga dihadapkan pada pemeriksaan Propam Polda Riau untuk mengklarifikasi dugaan tersebut.

Bacaan Lainnya

Kasus berawal dari unggahan Andry melalui akun Instagram @andrydarmairawan07.2. Salah satu unggahannya adalah bukti transferan dilakukan dirinya kepada Petrus. Narasi tersemat, Andry mengaku telah melakukan berbagai hal diminta Petrus selaku atasannya. Mulai pengajuan proposal pembangunan klinik hingga mencarikan uang dari luar kantor. Uang Rp 650 juta telah ditransfer ke Petrus yang dikonfirmasi dengan bukti-buktinya.

Terkait kasus ini, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mendorong pemeriksaan kepada Danyon yang dituding menerima uang hingga Rp 650 juta. Tak hanya etik dengan ancaman pemecatan, Petrus juga harus dipidana bila terbukti menerima setoran uang dari bawahan. Sementara perihal Bripka Andry,

Polda Riau mengklaim kasus ini telah ditangani sejak tiga bulan lalu. Petrus disebut telah dimutasi sejak Maret 2023. Diperiksa Pengawas Profesi (Waprof) Bid Propam Polda Riau dan menunggu jadwal sidang, Petrus bertugas sebagai Pamen di Batalyon A Brimob Polda Riau.

Sedangkan Bripka Andry telah dicopot dari satuannya bertugas. Sejak menerima mutasi pada 3 Maret lalu, Andry diketahui membolos tugas. Hingga akhirnya muncul unggahan video curhatan di Instagram. Poengky menyayangkan Bripka Andry menjadikan medsos sebagai tempat curhat. Anggota Polri urainya, memiliki aturan dalam menyampaikan uneg-unegnya. Tindakan curhat di medsos disebut berdampak mencoreng nama baik institusi.

Andry ucap Poengky seharusnya mampu menolak perintah atasan yang bertentangan dengan hukum. Tak hanya menolak tapi juga melaporkan kepada atasan yang lebih tinggi. Untuk memastikan proses perkara ini, Di sisi lain, mantan Direktur Eksekutif Imparsial ini menegaskan sebagai seorang personel Polri, Andry seharusnya bersedia ditempatkan di mana saja. Kompolnas tukasnya akan mengirimkan surat klarifikasi ke Polda Riau.

“Bripka Andry yang telah disersi juga harus diperiksa Bid Propam Polda Riau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ucap Poengky kepada Forum Keadilan, Selasa 6/6/2023.

Fit and propertest calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo. (ist)

Sebatas Slogan?

Reformasi internal dan pengawasan kuat sebenarnya telah lama dilakukan Polri. Setidaknya hal itu digaungkan secara lantang mulai kepemimpinan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Menjabat di tahun 2016, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengusung program Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter) untuk pembenahan Polri. 11 program menjadi prioritas. Pemantapan reformasi internal Polri menjadi prioritas pertama Promoter. Ada pula penguatan pengawasan di dalam prioritas Promoter.

Tito optimis 11 program prioritas diusungnya akan tercapai. Namun meski reformasi internal dan penguatan pengawasan dilakukan, masih ada oknum Polri terlibat pelanggaran hukum. Pungutan liar terhadap calon siswa (Casis) salah satu yang menjadi sorotan tajam. Tak tanggung-tanggung, untuk menjadi seorang bintara Polri, kerugian diderita para korban mencapai miliaran rupiah.

Di tahun 2017 misalnya, kasus suap proses rekruitmen di Polda Sumsel terungkap. Provost Polri menyita uang Rp 4,7 miliar, tanah, dan mobil hasil suap rekrutmen anggota kepolisian di tahun 2015 dan 2016. Setidaknya 8 anggota SDM Polda Sumsel dicopot imbas kasus ini.

Setali tiga uang, di zaman kepemimpinan Kapolri Jenderal Idham Azis, praktik transaksional memuluskan pendaftaran calon anggota Polri juga menyeruak di media. Bripka Agus Salim menjadi terdakwa penipuan terhadap tiga korbannya yang mendaftar Bintara Polri di tahun tahun 2020. Dari tiga korban, Bripka Agus mengantongi uang kejahatan senilai Rp1 miliar. Modus dilakukan dengan menjanjikan para korban lulus tanpa mengikuti tes.

Memasuki kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, slogan Polri mengalami perubahan. Listyo mengusung slogan Presisi yang disebutnya sebagai kelanjutan dari Promoter. Presisi merupakan akronim sejumlah kata.
Pertama, prediktif yang menekankan kemampuan pendekatan melalui upaya meningkatkan gangguan Kantibmas dengan analisa sesuai pengetahuan, data, dan metode tepat. Kata berikutnya yaitu Prediktif. Tujuannya, agar Polri dapat melakukan pencegahan sedini mungkin.

Sementara kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan diartikan pendekatan pemolisian prediktif. Setiap insan Bhayangkara diharapkan dapat melaksanakan tugas Polri secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan berkeadilan.

Kendati memiliki program mumpuni, namun ternyata tak serta merta mennghapus suap yang seolah menjadi kultur dalam penerimaan ataupun mutasi personel Polri. Kasus suap rekruitmen dan mutasi masih terungkap di media, termasuk yang melibatkan lima oknum Polda Jawa Tengah di Maret 2022 lalu.

Ilustrasi penerimaan bintara Polri. (ist)

Pembenahan Radikal

Ketegasan para Kapolri terhadap para oknum tentunya bukan tidak ditunjukkan. Jenderal Idham Azis misalnya diketahui mencopot sejumlah jenderal. Bahkan Irjen Pol Napoleon Bonaparte berakhir di bui karena keterlibatan atas keluarnya surat penghapusan red notice terhadap Djoko Tjandra.

Demikian pula di kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit. Dua jenderal saat ini diketahui berurusan dengan hukum akibat pidana dilakukan, yaitu Irjen Ferdy Sambo dan Irjen Teddy Minahasa. Tak hanya mencopot, kedua jenderal tersebut dipecat dan menjalani proses pidana.

Namun ketegasan pucuk pimpinan ternyata tak berbanding lurus dengan ketakutan jajaran untuk melakukan pelanggaran. Meski mengusung konsep ciamik dibalut ketegasan, oknum Polri tetaplah ada.

Sebagai gambaran, Indonesia Police Watch (IPW) mencatat, 352 personel polisi dipecat sepanjang 2021. Sementara di semester pertama 2022, sebanyak 39 personel Polri dipecat.

Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Saputra Hasibuan berargumen slogan diusung para Kapolri bertujuan memberikan perubahan di polri. Kendati masih banyak oknum terlibat penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Seperti kasus yang terjadi di Polda Riau.

Iya menekankan jajaran Kapolda memiliki tugas berat untuk melakukan penertiban oknum di lingkungannya.
Berbagai kejadian menimpa Polri, termasuk kriminalitas melibatkan perwira tinggi diyakini Edi menjadi bahan intropeksi jajaran Polri. Termasuk pula mengenai proses rekuitment dan mutasi yang masih diwarnai transaksional.

“Paling tidak yang perlu sekarang dilakukan memperkuat pengawasan, itu paling penting. Sistem sudah jalan dan sudah baik. Tetapi kan penyimpangan yang khususnya dilakukan oleh oknum susah dideteksi. Karena itu di luar sistem,” kata Edi kepada Forum Keadilan, hari ini.

Edi meyakini Kapolri Jenderal Listyo tidak akan menutupi aib di jajarannya. Siapa saja yang melakukan penyimpangan, akan diproses tanpa peduli kedudukan atau pangkat. Sebagai bukti, tak hanya memproses dua jenderalnya, Edi mengungkap Polri saat ini tak alergi terhadap kritik.

Yang perlu dibenahi adalah atasannya agar tidak menekan bawahan diwajibkan setor. Karena ada juga perwira polisi yang saya tahu tidak minta setoran dari bawahan

Bahkan sejumlah kegiatan dilakukan sebagai ruang ekspresi dan kritik masyarakat. Salah satunya lomba mural beberapa waktu lalu. Karenanya Edi meyakini kasus di Polda Riau diusut tuntas dan tak akan mempengaruhi program Kapolri.

Berbeda, anggota DPR RI Komisi III, Santoso berkomentar Polri harus melakukan pembenahan secara radikal. Budaya suap seperti itu dianggapnya telah mencemari oknum-oknum anggota Polri.

“Polri perlu pembenahan secara radikal karena budayanya sudah tercemar oleh oknum anggota Polri. Suap-menyuap oleh oknum Polri untuk dapat jabatan dan saling melindungi perilaku buruk antara mereka perlu diperbaiki,” jelas Santoso kepada Forum Keadilan.

Santoso menilai belum terlambat bagi Kapolri untuk melakukan perbaikan internal.

Sementara Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menekankan satu-satunya solusi mengatasi persoalan suap menyuap adalah dengan pembenahan mental para atasan. Bawahan ungkap Teguh kerap kali dikorbankan demi kepentingan atasan.

“Tidak ada solusi yang tokcer,. Yang perlu dibenahi adalah atasannya agar tidak menekan bawahan diwajibkan setor. Karena ada juga perwira polisi yang saya tahu tidak minta setoran dari bawahan. Atasan yang harus menahan diri,” komentarnya melalui pesan tertulis kepada Forum Keadilan. (*)