Pengamat Transportasi Sebut Kebijakan Insentif Kendaraan Listrik Tidak Tepat Sasaran

Motor listrik Gesits keluaran BUMN Wika.
Motor listrik Gesits keluaran BUMN Wika. | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kebijakan insentif kendaraan listrik yang diberikan pemerintah tidak tepat sasaran.

“Sasaran insentif motor listrik adalah pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM). Sejatinya, pelaku UMKM tidak butuh motor listrik tetapi membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya, akses pasar, pelatihan SDM. Saat ini, setiap pelaku UMKM sudah memiliki sepeda motor, bahkan lebih dari satu motor dalam rumah tangganya. Bahkan orang yang hidup di kolong jembatan pun sudah memiliki sepeda motor. Jelas tidak tepat sasaran,” katanya Minggu, 4/6/2023.

Bacaan Lainnya

Djoko melanjutkan, belajar transportasi berkendara listrik dari luar negeri hanya sepenggal-sepenggal, tidak menyeluruh. Ia menyebut, jika belajar dengan beberapa negara di Eropa, industri sepeda motor tidak berkembang di sana.

“Di manca negara, transportasi umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi dan bukan target motor listrik. Tidak ada kebijakan sepeda motor seperti di Indonesia, karena mereka paham sekali risiko memakai sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil. Di dunia empat negara yang mengembangkan sepeda motor besar-besaran, yakni Cina, Thailand, Indonesia dan Vietnam,” jelasnya.

Djoko menjelaskan, tujuan pemerintah memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi.

“Jika dicermati, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki. Insentif itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan,” tegasnya.

Selain akan menambah kemacetan, juga akan menimbulkan kekacauan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalin yang semakin meningkat. Katanya, harapan program itu bisa mengurangi konsumsi BBM dan menekan emisi karbon seperti berpotensi jauh panggang dari api.

“Yang justru terjadi adalah penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan. Sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik. Program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik akan lebih banyak menguntungkan kalangan produsen kendaraan listrik. Secara tidak langsung, program ini menjadi cara pemerintah untuk menjaga investasi kendaraan listrik di Indonesia dan mencoba menarik investor baru,” ungkapnya.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu berharap insentif sepeda motor listrik diprioritaskan untuk daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa.

Pasalnya, di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim, sehingga harga BBM cenderung mahal.

“Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru. Untuk mobil listrik, prioritasnya juga jangan untuk kendaraan pribadi, tetapi untuk kendaraan dinas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, sehingga distribusinya lebih merata,” tutupnya.*

Laporan Merinda Faradianti

Pos terkait