FORUM KEADILAN – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menegaskan bahwa eks napi dengan ancaman 5 tahun penjara harus menunggu masa jeda 5 tahun usai bebas murni sebelum mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Bawaslu RI juga meminta semua pihak merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau ada yang belum 5 tahun maka mau tidak mau tidak memenuhi syarat. Nah itu yang harus diawasi oleh Bawaslu,” ungkap Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja pada Senin, 29/5/2023.
Bawaslu memastikan bahwa masa jeda 5 tahun ini agar terpidana betul-betul tidak lagi menjalani pidana apa pun, termasuk juga pidana tambahan pencabutan hak politik.
“Batasannya jelas, setelah tidak dihukum lagi, baik di dalam penjara maupun di luar penjara. Kapan seharusnya yang bersangkutan bebas dari semua (kaitan dengan) lembaga pemasyarakatan dan semua hukuman? Ambil jaraknya 5 tahun setelah itu,” jelasnya.
Bagja memberi contoh, jika seorang terpidana dicabut hak politiknya untuk dipilih selama 3,5 tahun, maka yang bersangkutan perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi.
Masa jeda 5 tahun itu dihitung setelah bebas murni dari segala hukuman.
Dalam hal ini, dihitung sejak yang bersangkutan selesai dicabut hak politiknya 3,5 tahun di luar penjara. Sehingga, ia baru bisa maju caleg 8,5 tahun setelah keluar penjara.
Ini membuat Bawaslu RI memiliki interpretasi berbeda dengan KPU RI.
Dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, KPU mencantumkan ketentuan yang intinya, jika eks terpidana dengan ancaman minimum 5 tahun penjara juga menjalani vonis tambahan pencabutan hak politik, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun untuk bisa maju sebagai caleg.
KPU berujar, ketentuan itu merujuk pada bagian pertimbangan putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.
Dengan ini, maka jika seorang terpidana dicabut hak politiknya 3,5 tahun, maka yang bersangkutan tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun lagi untuk maju caleg.
Cukup 3,5 tahun itu saja.*