Fenomena Kristen Muhammadiyah di Daerah Terpencil

FORUM KEADILAN – Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia membuat geger publik lewat munculnya varian baru yang disebut dengan Kristen Muhammadiyah alias KrisMuha.
Terminologi Kristen Muhammadiyah tak pelak memunculkan pertanyaan publik. Wajar saja, mengingat Kristen dan Muhamaddiyah merupakan dua entitas yang secara ideologi ketuhanan, selama ini diyakini berbeda.
Apa yang mempersatukan keduanya, tentu menjadi menarik untuk dielaborasi, sebagai bagian dari edukasi publik, khususnya dalam konteks pluralisme yang hidup di masyarakat.
Dikutip dari website resmi Muhammadiyah, varian Kristen Muhammadiyah sesungguhnya lahir dari fenomena yang terjadi di masyakat, dimana hal tersebut kemudian menjadi dasar atau basis penelitian Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah
Fenomena dimaksud adalah kecenderungan masyarakat penganut agama Kristen yang menjadi simpatisan Muhammadiyah di daerah-daerah terpencil.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ulhaq yang menjadi motor penelitian tersebut dalam sebuah buku berjudul Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan.
Buku yang kemudian memantik ketertarikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan bedah buku terhadap isu pluralism tersebut.
Fajar Riza Ulhaq menjelaskan buku ini menggambarkan situasi toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, terutama di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
Daerah-daerah pinggiran Indonesia yang dimaksud adalah Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT); Serui, Papua; dan Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar).
Dikatakan Fajar, fenomena munculnya varian KrisMuha dapat dijelaskan oleh adanya interaksi yang intens antara siswa-siswa Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Perlu dicatat, interaksi tersebut tegas Fajar, sama sekali tidak menghilangkan identitas mereka sebagai penganut agama Kristen yang taat.
“Kami tidak menduga ketertarikan dan antusiasme masyarakat (pembaca) terhadap karya ini masih sedemikian besar hingga saat ini, meskipun buku ini pernah diterbitkan 2009 silam. Inilah kontribusi Muhammadiyah dalam membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan,” ucap Fajar.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pada awalnya, buku ini diterbitkan pada tahun 2009 namun kurang detail dalam hal data-data.
Namun, kali ini, menurut Mu`ti, buku yang telah diterbitkan baru-baru ini mengalami penyempurnaan yang komprehensif.
“Terutama pada bagian bab dua dalam buku ini dijelaskan tentang akar pluralisme dalam pendidikan Muhammadiyah di tingkat akar rumput,” tutup Mu`ti.*