Jumat, 04 Juli 2025
Menu

Didesak Sahkan RUU Perampasan Aset, DPR Bilang Begini

Redaksi
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 12/4 | Novia Suhari/forumkeadilan.com
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 12/4 | Novia Suhari/forumkeadilan.com
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Indonesia Mahfud MD mendesak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. DPR menanggapi.

Menurut anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Taufik Basari mengatakan, desakan tersebut salah alamat bila ke DPR.

“DPR kan hanya pelaksana, jika memang sudah ada di kita (RUU Perampasan Aset), ya kita lakukan, tapi hal tersebut itu kan masih ada di tangan pemerintah,” kata Taufik dalam diskusi publik di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 12/4/2023.

Taufik menganalogikan bahwa hingga saat ini RUU Perampasan Aset masih masih belum diketahui oleh Komisi III DPR RI.

“Misal nih ya, ada pemain sepak bola di lapangan, terus ada orang yang teriak ‘tendang bolanya!’, ‘cepat mulai permainannya’, ke pemain sepak bola itu, tapi ternyata bolanya masih di rumah orang yang teriak tadi, tapi karena penonton nggak tau, publik juga jadinya ikut menghujat tanpa tahu kebenarannya, seperti itu lah kira-kira,” jelasnya.

Menurut Taufik, tidak tepat rasanya apabila desakan mengesahkan RUU Perampasan Aset dituju kepada DPR.

“Tidak tepat rasanya pak Mahfud itu mendesak RUU perampasan aset ditujukan kepada DPR, seharusnya kepada pemerintah itu sendiri, dan tergantung presiden juga menugaskan siapa, untuk mempersiapkan itu. Jika memang RUU perampasan itu perlu, kita desak pemerintah sama-sama untuk segera menyelesaikan draft RUUnya, dan serahkan kepada DPR dalam bentuk surat presiden (surpres),” tandasnya.

RUU Perampasan Aset yang Tak Kunjung Disahkan

Terhitung sudah 10 tahun RUU tersebut tidak kunjung dibahas DPR sejak diusulkan pada 2012 lalu. Pemerintah rencananya akan menggelar rapat konsolidasi percepatan pemberian persetujuan draft aturan tersebut pada pekan ini.

Ada enam unsur pimpinan instansi yang dimintai persetujuan draft naskah akademik dan RUU. Satu pimpinan lembaga yang belum memberi paraf persetujuan adalah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Sementara itu, pimpinan lima instansi lainnya sudah memberikan paraf persetujuan, yaitu Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Sebab, belum semua unsur pimpinan instansi memberi persetujuan, surpres dari Jokowi sebagai tanda RUU akan dibahas bersama juga belum bisa dikirimkan ke DPR.

Indonesia diketahui juga telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.

Sejumlah kalangan menilai RUU Perampasan Aset akan lebih efektif menjerat aset kriminal karena lebih cepat mengembalikan aset hasil kejahatan.

Selain itu, RUU tersebut dinilai dapat lebih memberikan efek jera karena pelaku tidak lagi bisa menikmati hasil kejahatannya atau kerap disebut sebagai pemiskinan koruptor.

Mahfud MD dan Ma’ruf Amin Desak DPR Sahkan RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset sempat kembali dibahas Mahfud saat rapat di Komisi III DPR RI pada 29 Maret 2023. Mahfud meminta dukungan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul untuk mengesahkan RUU tersebut.

“Sulit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul. Pak, Undang-Undang Perampasan Aset, tolong didukung biar kami bisa mengambil begini-begininya. Pak, tolong juga pembatasan uang kartal didukung,” ujar Mahfud saat rapat di Komisi III.

Bambang lalu menjawab bahwa hal itu bisa saja dikabulkan secara mulus oleh DPR asalkan dia memperoleh restu dari para ketua umum partai politik di parlemen. Oleh karena itu, Bambang meminta Mahfud melobi para ketua umum partai politik.

Langkah tersebut dijalankan karena para anggota DPR, termasuk Komisi III, mengambil sikap sesuai perintah dari masing-masing pimpinan partai politiknya. Artinya, tanpa ada persetujuan dari para petinggi partai, legalitas RUU untuk disahkan akan sulit tercapai.

“Republik di sini gampang, pak, di Senayan ini. Lobi-nya jangan di sini, pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing,” kata Bambang kepada Mahfud.

Selain Mahfud MD, Wapres Ma’ruf Amin pun juga baru-baru ini kembali menyinggung soal pengesahan RUU Perampasan Aset untuk segera disahkan DPR.

“Menurut saya pemerintah sudah mengambil langkah untuk menyusun RUU itu, nah mungkin hambatannya di mana, nah ini yang pemerintah akan meminta dan mendorong supaya pihak-pihak yang memang belum setuju itu supaya bisa memahami bahwa ini bukan untuk kepentingan siapa-siapa, ini untuk kepentingan pemerintah sendiri, hasilnya untuk rakyat,” ujar Ma’ruf.*

Laporan Novia Suhari