Senin, 21 Juli 2025
Menu

Klarifikasi Stafsus Menkeu Yustinus soal Curhatan Soimah

Redaksi
Staf Khusus Menteri Keuangan Prastowo Yustinus. | Ist
Staf Khusus Menteri Keuangan Prastowo Yustinus. | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo buka suara terkait curhatan  Soimah yang mengaku didatangi debt collector dari petugas pajak.

Dia lantas menjelaskan kronologi tudingan yang dilontarkan Soimah yang mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan.

Atas ucapan yang dilontarkan Soimah, Yustinus mengaku telah meneliti dengan tenang, menggali, dan merekonstruksi.

“Saya geledah ingatan para pejabat dan pegawai yang pernah terlibat, bertugas di KPP Pratama Bantul. Saya ikut membongkar arsip, catatan, korespondensi, dan berbagai tindakan. Saya coba teliti dan telaten, satu per satu diurai lalu dibangun kembali konstruksi kasusnya,” jelasnya, Sabtu, 8/4/2023.

Yustinus mengaku sudah berniat mencari dan bicara dengan Soimah sejak sebulan lalu, ketika TikTok-nya menyebar.

Dia lantas menjelaskan kronologi tersebut. Pertama, mengenai kisah pada 2015 ketika Soimah membeli rumah.

“Mengikuti kesaksiannya di Notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah petugas BPN dan Pemda, yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain Pemda. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya hanya memvalidasi,’’ jelasnya.

Jika pun ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Tentu hal itu perlu dikonfirmasi ke pengalaman Soimah sendiri.

Kedua, tentang kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector, masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp50 miliar seperti diklaim Soimah.

Dalam laporannya sendiri, Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp5 miliar. Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan.

“Kenapa membawa debt collector? Bagian ini saya belum paham betul, berusaha mengunyah,” jelas Yustinus.

Dia menjelaskan, Kantor Pajak menurut UU sudah punya ‘debt collector’, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN).

“Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector?,” tanyanya.

Bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah. Ia bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.

“Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar. Lagi-lagi, saya berprasangka baik dan sangat ingin mendudukkan ini dalam bingkai pencarian kebenaran yang semestinya,” jelas Yustinus.

Ketiga, soal keluhan Soimah ketika dihubungi petugas pajak yang seolah dengan cara tidak manusiawi mengejar untuk segera melaporkan SPT di akhir Maret 2023 ini.

“Saya pun sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak. Duh…saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini,” ujarnya.

Dia menyebut, meski petugas pajak tersebut punya kewenangan, yang bersangkutan justru tak sembarangan menggunakannya. Petugas tersebut hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan.

“Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi,’’ tutur Yustinus.

Dia melanjutkan, Soimah mesti bersyukur penghasilannya cukup tinggi, sehingga menurut UU Pajak sudah harus menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung pajak.

“Yang tahu semua ini ya Soimah: berapa uang yang didapat, berapa biaya dikeluarkan. Rumit dan ribet? Iya juga sih. Tapi itulah konsekuensi aturan dan administrasi agar adil. UU tak bisa membedakan orang per orang, maka dibuat standar yang dijalankan jutaan orang wajib pajak. Mungkin ada benarnya kata seorang pakar: pajak itu hal tak mengenakkan yang harus ada supaya negara tetap berdiri tegak,” ujarnya.

Curhatan Soimah Pernah Didatangi Debt Collector

Sebelumnya, Soimah berkeluh kesah dalam siniar Blakasuta bersama Puthut EA dan Butet Kertaradjasa. Ia mengaku bahwa kediamannya pernah didatangi petugas pajak bersama dengan dua orang debt collector.

Mereka disebut datang untuk menagih pajak karena ia dituding menghindari petugas pajak. Ia pun merasa kerap diperlakukan kurang baik oleh petugas pajak setiap kali datang ke rumahnya.

Perlakuan kurang baik dari petugas pajak itu pun disebut sudah terjadi sejak 2015 lalu. Soimah mengaku merasa diperlakukan seperti koruptor setiap kali berhadapan dengan petugas.*