Komnas HAM Sebut 1.200 Pekerja Migran Jadi Korban Scamming di Asia Tenggara

FORUM KEADILAN – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengaku sudah menerima hampir 200 pengaduan terkait pekerja migran yang menjadi korban scaming di berbagai wilayah di Asia Tenggara, seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, dan Filipina sejak Desember 2022.
Koordinator Subkomisi Pemajuan Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah mengambil tindakan lantaran terdapat ribuan korban dalam kasus perdagangan manusia.
“Proses penegakkan hukum melalui kepolisian, interpol dan lain sebagainya. Karena ini kasus sudah cukup lama, sekitar 1200 pekerja imigran yang menjadi korban scamming sepanjang 2 tahun terakhir,” ujar Anis di Kantor Komnas HAM, Jumat, 31/3/2023.
“Kasus ini sebenarnya sejak bulan lalu (Februari) sudah masuk ke mekanisme pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM. Sehingga, nanti kami akan melakukan memanggil pihak-pihak dan mencari fakta-fakta di lapangan sesuai mandat Komnas HAM,” ujarnya.
Ia mengatakan, para korban Myanmar sudah bekerja sejak Oktober 2022. Namun, upaya SBMI melaporkan ke beberapa pihak terkait sejauh ini belum ada perkembangan signifikan.
“Mereka (korban) mengalami situasi yang darurat karena penyiksaan dengan disetrum, dipaksa push up, dilempar kursi, dan berbagai kekerasan setiap hari,” ujarnya.
Anis juga mengatakan para korban terindikasi dijual belikan dari satu perusahaan ke perusaan lain ketika target perusahaan tidak terpenuhi.
“Komunikasi korban dengan keluarga selama ini sangat terbatas karena bekerja 16 jam, bahkan lebih. Beberapa kondisi yang sangat buruk mendapatkan intimidasi setiap hari,” tuturnya.
Sebelumnya, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengadukan kasus 20 pekerja migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban perdagangan manusia di wilayah konflik di Myanmar ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Berdasarkan UU 9 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri dan UU 18 Tahun 2017, kata Anis, para korban harus segera dievakuasi. Komnas HAM juga akan meminta agar kasus ini bisa segera ditindaklanjuti pemerintah.
“Karena dalam situasi negara konflik, evakuasi korban harus dilakukan sesegera mungkin sesuai dengan kewenangan hukum internasional yang berlaku,” ucapnya.*