Sabtu, 05 Juli 2025
Menu

PKS Nilai Perppu Ciptaker Mudahkan Terjadinya PHK

Redaksi
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher. | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher menilai Perppu Cipta Kerja semakin memudahkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebab, dalam Perppu tersebut pengusaha tidak perlu lagi mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial.

“Aturan PHK di Perppu Ciptaker menjadi lebih mudah dibandingkan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Ciptaker telah diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh MK, tetapi pemerintah justru buat akal-akalan dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja,” katanya, Rabu, 1/3/2023.

Ia melanjutkan, Fraksi PKS juga dengan tegas menolak Perppu Cipta Kerja tersebut.

Ia juga mengingatkan pemerintah tentang potensi terjadinya badai PHK pada tahun 2023.Jika tak diantisipasi badai PHK tersebut maka akan menjadi ancaman yang serius.

“Harus ada langkah mitigasi yang konkret dari pemerintah untuk mengantisipasi ancaman PHK. Indikasinya sudah terlihat dengan banyaknya perusahaan lokal maupun asing yang mengurangi jumlah karyawannya,” lanjutnya.

Menurut dia, menurunnya permintaan pasar luar negeri dari Indonesia ke pasar Amerika dan Eropa menjadi salah satu penyebab perusahaan melakukan PHK. Sehingga, pemerintah harus mencari alternatif untuk mengatasi hal tersebut.

“Pemerintah perlu mencari alternatif tujuan ekspor dan meningkatkan pasar dalam negeri. Optimalkan APBN dan APBD untuk menstimulasi pembelian produk dalam negeri agar terjadi kenaikan permintaan,” ujar Ketua DPP PKS Bidang Kesejahteraan Sosial (Kesos) itu.

Ia juga meminta pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk kebutuhan dalam negeri sehingga memicu meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja. Tak hanya itu Netty juga meminta Kemnaker untuk mengawal setiap proses PHK yang terjadi di perusahaan.*

 

Laporan Merinda Faradianti