FORUM KEADILAN – Hari Bahasa Ibu Internasional atau International Mother Language Day diperingati setiap tanggal 21 Februari.
Tahun ini menjadi tuan rumah tuan rumah peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional Tahun 2023. Ini disetuji UNESCO tahun 2022 lalu. Indonesia dinilai memiliki komitmen dan program yang baik untuk merevitalisasi bahasa daerah.
Mengutip situs un.org, tema Hari Bahasa Ibu Internasional 2023 dari UNESCO adalah.
- Meningkatkan pendidikan multibahasa sebagai kebutuhan untuk mengubah pendidikan dalam konteks multibahasa dari pendidikan anak usia dini dan seterusnya.
- Mendukung pembelajaran melalui pendidikan multibahasa dan multibahasa dalam konteks global yang cepat berubah dan dalam situasi krisis.
- Merevitalisasi bahasa yang hilang atau terancam punah
Tema Hari Bahasa Ibu Internasional 2023 fokus pada pendidikan multibahasa serta kebutuhan guna mengubah pendidikan.
Pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu akan memfasilitasi akses dan inklusi dalam pembelajaran bagi kelompok penduduk yang memakai bahasa nondomina, bahasa kelompok minoritas dan bahasa pribumi.
Tentang Bahasa Ibu
Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai atau didapatkan oleh seorang anak.
Di mana pun anak tersebut lahir, kemudian menguasai atau memperoleh bahasa pertamanya, maka bahasa yang dikuasai itu adalah bahasa ibu.
Baik itu bahasa daerah, nasional maupun bahasa internasional seperti bahasa Inggris.
Bahasa pertama yang dikuasai seorang anak merupakan bahasa ibu (bahasa daerahnya) bukan bahasa nasional atau bahasa internasional.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahasa pertama yang ia tahu dan gunakan adalah bahasa negaranya dan bahasa internasional.
Bahasa ibu, yang di bahasa Inggris disebut dengan mother tongue, adalah istilah untuk menyebut bahasa pertama yang dikuasai seseorang sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan lingkungan sekitar.
Menurut data Unesco, setiap dua minggu sebuah bahasa menghilang dengan membawa seluruh warisan budaya dan intelektual.
Setidaknya, ada 43% dari sekitar 6.000 bahasa yang digunakan di dunia yang terancam punah. Dari sekian banyak bahasa, hanya ada beberapa ratus bahasa yang benar-benar diberi tempat dalam sistem pendidikan dan domain publik, serta kurang dari seratus bahasa digunakan di dunia digital.
Melalui bahasa dan budayanya, masyarakat menyebarkan dan melestarikan pengetahuan dan budaya tradisional secara berkelanjutan. Di sinilah peran Hari Bahasa Ibu Internasional, dimana dengan memperingatinya diharapkan masyarakat global tidak melupakan bahasa dan budayanya masing-masing.
Sejarah Bahasa Ibu Internasional
Unesco meresmikan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu pada 17 November 1999 silam.
Salah satu yang mempengaruhi pendeklarasian ini adalah Pergerakan Bahasa yang dilakukan oleh orang-orang Bangladesh, yang pada saat itu disebut dengan Pakistan Timur.
Pada 1947, Pakistan terdiri dari dua wilayah, yakni Pakistan Timur dan Pakistan Barat. Kedua wilayah ini memiliki budaya dan bahasa yang cukup berbeda.
Di tahun 1948, pemerintah Pakistan menetapkan bahasa Urdu sebagai bahasa nasional Pakistan, padahal mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Bengali. Masyarakat Pakistan Timur pun protes dan meminta agar bahasa ibu mereka, bahasa Bengali juga dijadikan bahasa nasional.
Protes ini pada akhirnya berujung pada kasus pembunuhan pada tahun 1952. Rafiqul Islam, seorang Bangli yang tinggal di Vancouver, Kanada menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB UN Kofi Annan pada tanggal 9 Januari 1998.
Dalam suratnya, ia meminta Annan untuk mengambil langkah agar bisa menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional.
Dengan demikian, Hari Bahasa Ibu Internasional berasal dari pengakuan internasional terhadap Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh.
Pada akhirnya tanggal 21 Februari terpilih sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional karena pada tanggal tersebut, Bangladesh mengalami pembunuhan pada tahun 1952 dalam memperjuangkan bahasa Bangli di Dhaka.*