FORUM KEADILAN – Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sedang menjadi sorotan di Indonesia. Terlebih setelah kemunculan tools berbasis AI, yaitu Chat Generative Pre-trained Transformer (ChatGPT).
ChatGPT adalah artificial intelligence berbasis teks yang dirilis OpenAI pada November 2022.
ChatGPT seperti percakapan biasa. Format dialog yang digunakan mengizinkan ChatGPT menjawab pertanyaan, mengakui kesalahan dan meminta maaf, membenarkan ide yang dianggap tidak tepat, serta menolak permintaan yang tidak pantas.
Dilansir dari Forbes, ChatGPT dapat digunakan untuk membantu menciptakan konten marketing bagi bisnis dan sebagai automated customer service yang lebih interaktif.
Selain itu, ChatGPT juga dapat memberikan jawaban yang lebih baik dari chatbot biasa.
Kita hanya cukup menulis ‘buatkan saya esai tentang asmara’, ChatGPT pun memberikan jawaban dengan struktur kata yang baik. Kamu bisa langsung mendapat esai instan dari ChatGPT, bukan lagi hasil mentah.
Terlebih, selain bahasa Inggris, ChatGPT juga mendukung bahasa Indonesia. Jadi, pengguna di Indonesia bisa mengajukan pertanyaan atau perintah dalam bahasa Indonesia, kemudian akan mendapat jawaban dalam bahasa yang sama.
Tak seperti media sosial yang gratis, kita harus mengeluarkan US$ 10 atau sekitar Rp151 ribu untuk memiliki ChatGPT.
Kecerdasan buatan ini diklaim mampu mempermudah pekerjaan manusia. Namun, ada juga yang menyebut kecerdasan buatan ini dapat ‘membunuh’ peradaban hidup manusia.
“Ini bisa mengundang banyak scammer. Misalnya saja, kamu orang kesepian, kemudian dia mencari teman di dunia maya. Nah, dengan adanya teknologi AI yang lebih canggih ini, ini orang jadi bisa baca kita suka apa, karakter kita seperti apa, kita mesti diapain, jadi membuat si scammer ini mengambil keuntungan,” kata Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, dikutip dari YouTube R66 Newlitics, Sabtu, 11/2/2023.
Scam sendiri adalah metode yang digunakan penipu (scammer) dalam mengelabui korbannya untuk mengirimkan sejumlah uang atau data yang kemudian disalahgunakan.
Menurut Connie, orang yang semakin mengandalkan kemampuan AI ini, bisa sampai untuk mentransfer uang. Hal itu, kata Connie, bisa membuat scammer semakin mudah melakukan aksinya.
“Jangan sampai larut di dunia begitu, ternyata dia berkomunikasi dengan ‘orang’ tetapi bukan orang (memakai data palsu dll), lalu karena kemampuan artificial intelligence yang bisa tahu kita mau apa, jiwa kita mau apa, bisa bikin kita jatuh cinta,” jelasnya.
Connie berujar, kemampuan yang bisa membuat orang lebih mengandalkan teknologi itu bisa menggantikan banyak pekerjaan manusia.
“Kendala satu ini kan secara algoritma, kalau algoritmanya kita salah masukin itu nggak ada nilainya. Kemudian dia (AI) akan bisa menggantikan banyak pekerjaan manusia, membuat manusia kehilangan arah dia mau ngapain,” jelasnya lagi.
Menurut Connie, sebelum AI masuk lebih dalam ke Indonesia, pemerintah harus memikirkan cara untuk menjaga mesin tersebut tetap terkendali. Sebab, kata dia, jika terlena justru akan mempermudah kita terkena scam.
“Dengan kemampuan artificial intelligence yang bisa membaca apa pun, bisa menghasilkan efek ancaman yang harus betul-betul kita pikirkan supaya makin jelas tentara kita mau ke mana, polisi kita mau ke mana. Bagaimana negara memperkuat diri dengan hal seperti ini, terutama Kominfo. Bagaimana nih, menjaga diri kita (dari ancaman pembajakan),” pungkas Connie.
Ini bisa menimbulkan beberapa pertanyaan tentang seberapa besar kita bisa memercayai AI di masa depan.*