FORUM KEADILAN – Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat, penindakan kasus korupsi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di tahun 2022 mencapai 252 kasus. Angka ini belum mencapai target penyelesaian kasus korupsi yang ditargetkan mencapai 1.387 kasus di tahun 2022.
Menurut ICW, kasus korupsi di Indonesia masih marak terjadi, jumlahnya semakin meningkat dari tahun 2018 hingga tahun 2022. Hal ini menandakan pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah semakin buruk dari segi pengawasan.
Grafis yang dilansir dari katadata.co.id menunjukan peningkatan penanganan kasus korupsi yang terjadi dari tahun 2018 hingga 2022.
Pada tahun 2018 kasus korupsi yang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum mencapai 139 kasus dengan 587 tersangka. Pada 2019 jumlahnya sempat turun menjadi 122 kasus dengan 351 tersangka.
Penanganan kasus korupsi kembali meningkat pada tahun 2020 hingga 169 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 250, angkanya naik melebihi jumlah kasus di tahun 2018.
Jumlah kasus terus meningkat pada 2021 mencapai 209 kasus dengan jumlah tersangka 482 orang. Terakhir di tahun 2022 kasus korupsi yang ditangani Aparat Penegak Hukum mencapai 252 kasus dengan 612 tersangka.
ICW menilai, dalam penindakan kasus hukum masih ada kebijakan yang tidak pro terhadap agenda antikorupsi, tidak menjalankan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, maraknya konflik kepentingan, politik transaksional, hingga penggunaan instrumen hukum sebagai alat untuk merepresi suara kritis.
Dalam tiga tahun terakhir sejumlah modus korupsi baru banyak ditemukan, diantaranya penyalahgunaan anggaran, proyek fiktif, penggelapan, mark up, suap, hingga manipulasi saham.
Di tahun 2023 ICW memprediksi modus korupsi dengan manipulasi saham dan pemanfaatan modal akan marak dilakukan.
“Hasil analisis PPATK juga menemukan, modus yang paling jamak digunakan untuk menampung dana yang diduga hasil korupsi, yaitu mulai penukaran valuta asing, instrumen pasar modal, hingga pembukaan polis asuransi,” sebut ICW.
Penemuan PPATK pada 2022 menyebutkan terdapat 1.215 laporan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai Rp183,8 triliun. Total tersebut diduga berasal dari tindakan pidana korupsi. *