Kabar Duka, Pendiri Teater Koma Nano Riantiarno Mangkat

FORUM KEADILAN – Kabar duka datang dari dunia seni tanah air. Pendiri Teater Koma, Norbertus Riantiarno, meninggal dunia.
Seniman yang akrab disapa Nano Riantiarno itu mengembuskan napas terakhirnya pada pagi tadi, Jumat, 20/1/2023.
“Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga, suami, ayah, kakak, guru kami tercinta, Norbertus Riantiarno, di rumah beliau, pada pagi hari, Jumat, 20 Januari 2023, pukul 06.58 WIB,” demikian kabar duka yang diterima FORUM pagi ini.
Jenazah suami Ratna Riantiarno itu akan disemayamkan di Sanggar Terater Koma, di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan.
Sedangkan, pemakaman Nano direncanakan pada Sabtu, 21/1/2023, sebelum pukul 12.00 WIB, di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor.
Penulis lakon Opera Ular Putih itu memang telah lama dikabarkan sakit. Ia sempat menjalani perawatan di RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat, selama beberapa pekan.
Awal November lalu, ia menjalani operasi pengangkatan tumor yang cukup besar di bagian paha kiri. Selama 4 tahun belakangan, paha kirinya bengkak, namun baru setahun terakhir mulai terasa sakit.
Pada 8 November, diangkat lah tumor di bagian kaki tersebut dan operasi berjalan lancar. Setelahnya, Nano Riantiarno menjalani rawat jalan.
Nano telah memulai debut di teater sejak 1965 di kota kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta. Kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta.
Nano sempat bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater Populer pada 1968. Pada 1 Maret 1977, dia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia.
Nano juga ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai pemimpin redaksi.
Lalu, pada tahun 2001, Nano memilih pensiun sebagai wartawan, dan fokus berkiprah sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.*