FORUM KEADILAN – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Haryadi menyatakan, tidak menerima atau niet ontvankelijke verklaard (NO) gugatan praperadilan hakim agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Haryadi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa, 10/1/2023.
Dengan begitu, penyidikan kasus korupsi Gazalba Saleh oleh KPK sudah sesuai ketentuan. Dan, Gazalba masih sah sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara Koperasi Intidana di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
Gazalba Saleh menggugat praperadilan karena ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana ini.
Dalam petitumnya, Gazalba Saleh meminta hakim praperadilan memulihkan hak dalam kemampuan, kedudukan harkat dan juga martabatnya.
Dalam gugatannya, kubu Gazalba Saleh menilai KPK telah melakukan pelanggaran prosedur dengan menetapkan Hakim Agung MA sebagai tersangka.
Penetapan tersangka terhadap Gazalba Saleh hanya didasarkan atas terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Selain itu, pemberitahuan SPDP kepada Gazalba Saleh juga dilakukan Komisi Antirasuah itu melewati jangka waktu 7 hari sebagaimana ketentuan yang diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.
Menurut kubu Gazalba Saleh, penetapan tersangka tidak didasari oleh adanya surat penetapan tersangka sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melainkan hanya melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).
Kubu Gazalba Saleh mempermasalahkan alat bukti yang dimiliki KPK sehingga bisa menerbitkan Sprindik Nomor: B/714/DIK.00/23/11/2022 tanggal 01 November 2022.
Tak hanya itu, KPK juga dinilai telah melakukan pelanggaran prosedur dalam melakukan upaya paksa penahanan terhadap kliennya.
Sebab, Gazalba Saleh ditahan tanpa adanya perintah Jaksa Agung setelah dapat persetujuan dari Presiden RI. Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan di antaranya Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah dapat persetujuan Presiden Oleh karena itu, dalam UU Mahkamah Agung ada tata cara khusus yang diatur dalam melakukan tindakan hukum penangkapan dan atau penahanan terhadap Hakim Agung yang harus diberi izin oleh Presiden atas permintaan Jaksa Agung.
Penahanan Hakim Agung nonaktif itu dilakukan tepat 10 hari setelah KPK mengumumkan Gazalba sebagai tersangka pada 28 November 2022.
Dalam kasus ini, Gazalba Saleh dan bawahannya disebut dijanjikan uang Rp2,2 miliar.
Suap itu diberikan melalui PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria. Suap diberikan agar MA memenangkan gugatan kasasi yang diajukan Debitur Intidana, Heryanto Tanaka.
Ia didampingi dua pengacaranya, yaitu Yosep Parera dan Eko Suparno. Gazalba diduga menerima suap uang 202.000 dollar Singapura terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA.
Selain Gazalba, KPK menetapkan Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, serta Nurmanto Akmal dan Desy Yustria yang merupakan PNS di MA sebagai tersangka penerima suap.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, dan Eko Suparno ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Ia diketahui menangani perkara perdata gugatan kasasi Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Sedangkan Gazalba menangani perkara gugatan kasasi pada perkara pidana Intidana.*