FORUM KEADILAN – Presiden Partai Buruh/Ketua Serikat Buruh Said Iqbal menyatakan Partai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh lainnya menolak isi Perppu Nomor 2 tahun 2022. Hal ini karena isi dari Perppu Cipta Kerja dianggap merugikan buruh.
“Partai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh, serikat petani, menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang omnibus law undang-undang cipta kerja. Tapi terhadap pilihan pembahasan hukumnya, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh bersepakat memilih Perppu, bukan dibahas di pansus badan legislasi DPR RI,” ucap Said Iqbal dalam konferensi pers, Minggu, 1/1/2023.
Penyataan Said ini disampaikan untuk menanggapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 lalu.
Said Iqbal menyatakan ada 9 poin Perppu Cipta Kerja yang ditolak, yaitu:
- Pasal tentang Upah Minimum
Dalam pasal ini, terdapat 4 poin yang ditolak. Pertama, terkait UMK yang bisa diputuskan oleh gubernur, bisa juga tidak diputuskan oleh gubernur. “Di perppu, UMK itu bisa atau kata dapat diputuskan oleh gubernur, kami tolak. Harus diputuskan oleh gubernur. Bukan menggunakan kata-kata ‘dapat’,” kata Said Iqbal.
Selanjutnya, terkait penetapan upah minimum yang menggunakan inflasi ditambah laju pertumbuhan ekonomi ditambah indeks tertentu. “Kami menolak adanya indeks tertentu,” ujar Said Iqbal. “Tetap harus pakai inflasi plus pertumbuhan ekonomi,” lanjutnya.
Lalu, terkait formula kenaikan upah minimum bisa berubah tergantung keadaan ekonomi. “Kami menolak. Karena dalam keadaan tersebut ada kondisi industri yang mampu ada industri yang tidak mampu. Masa industri yang mampu diubah juga formulanya? Harusnya, perusahaan yang tidak mampu bisa menangguhkan upah minimum tapi mungkin memberikan laporan tertulis keuangan dalam 2 tahun berturut-turut (merugi),”
Untuk upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), Partai Buruh, KSPI, dan serikat buruh lainnya ingin tetap ada.
- Pasal tentang Outsourcing
Dalam Perppu Cipta Kerja, semua jenis pekerjaan outsourcing tetap diperbolehkan walaupun nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
“Kami minta kembali ke UU Nomor 13 tahun 2003, yaitu 5 jenis pekerjaan saja yang boleh outsourcing,” ujarnya.
5 jenis pekerjaan yang diperbolehkan untuk outsourcing dalam UU Nomor 13 tahun 2003 yaitu jasa pembersihan, keamanan, jasa minyak dan gas pertambangan, transportasi, dan katering.
- Pasal tentang Pesangon
Menurut Said Iqbal, dalam pasal ini tidak ada perbedaan dengan UU Cipta Kerja, maka dari itu ia meminta untuk kembali mengacu pada UU Nomor 13 tahun 2003.
- Pasal tentang PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
Pada pasal ini, menurut Said Iqbal juga tidak ada perubahan dari UU Cipta Kerja sehingga ia meminta untuk kembali mengacu pada UU Nomor 13 tahun 2003. “Kami minta ada periode, periode waktu kontrak sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2003,” ujarnya.
- Pasal tentang PHK
Pasal ini, menurut Said Iqbal juga tidak ada perubahan dari UU Cipta Kerja. “Kami menginginkan PHK harus izin, ada pemberitahuan disetujui atau tidak disetujui dari pengadilan hubungan industrial, bukan main langsung pecat-pecat aja,” tuturnya.
- Pasal tentang TKA (Tenaga Kerja Asing)
Menurut dia, bagi TKA buruh kasar atau unskilled worker harus ada izin untuk bekerja.
- Pasal tentang Pengaturan Waktu Kerja
Ia menyarankan untuk kembali mengacu pada UU Nomor 13 tahun 2003. Pasalnya, dalam Perppu Cipta Kerja ini tidak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja.
- Pasal tentang Pelaksanaan Cuti
Menurutnya, adanya cuti panjang telah dihilangkan dalam UU Cipta Kerja, dan tidak ada bedanya pada isi Perppu Cipta Kerja. “Kami tetap menginginkan ada istirahat panjang. Begitu juga dengan pengaturan cuti, harus kembali ke UU Nomor 3 tahun 2003,” tuturnya.
- Pasal tentang Sanksi
Pada pasal ini Said Iqbal juga meminta untuk kembali mengacu pada UU Nomor 13 tahun 2003.
Selain 9 poin di atas, Said Iqbal juga menambahkan bahwaPartai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh lainnya menolak terkait pasal Bank Tanah di UU Cipta Kerja. “Di Perppu tidak ada perubahan bahkan tidak dimasukkan, artinya tetap berlaku UU Cipta Kerja. Kami tolak,” tegasnya.
Lebih lanjut, kata dia, pasal Bank Tanah yang ada di UU Cipta Kerja merugikan petani dan pemilik tanah orang-orang kecil dan menguntungkan korporasi.
“Bank tanah yang tertuang di Omnibus Law UU Cipta Kerja merugikan kalangan petani dan pemilik tanah orang-orang kecil. Karena bank tanah itu diorientasikan untuk korporasi, seperti mau bangun-bangunperkebunan kelapa sawit, mengambil, mengeruk pertambangan, hak ulayat itu diabaikan. Hak petani itu ditinggalkan,” tuturnya.
“Bank tanah yang dimaksud oleh Partai Buruh dan Serikat Petani Indonesia, menginginkan bank tanah itu dikorelasikan dengan reforma agraria. Kepemilikan tanah oleh petani,” ucapnya.
Apabila usulan dan tanggapan tersebut tidak direspon oleh pemerintah, maka Partai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh lainnya akan melakukan langkah-langkah lanjutan, seperti judicial review, langkah gerakan aksi, dan langkah pendekatan lobi.*