FORUM KEADILAN – Kasus kematian mendiang Brigadir J, berdasarkan data-data empiris dan kronologi kejadian sudah pasti berencana.
Hal tersebut diungkap oleh Saksi ahli kriminologi Muhammad Mustofa dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin, 19/12/2022.
Kesimpulan tersebut didapat Mustofa berdasarkan kronologi yang diberikan penyidik kepadanya.
“Berdasarkan kronologi yang diberikan penyidik kepada saya, saya melihat disana memang perencanaan,” ujar kriminolog Universitas Indonesia ini.
Sebelumnya jaksa menjelaskan secara singkat terkait kronologi kejadian di Saguling yang disebut sebagai sumber terjadinya pembunuhan.
“Ada satu peristiwa, dalam satu rumah itu ada empat orang, rumah itu dua tingkat satu majikan di lantai dua dan dua orang ART di lantai dasar terus ada satu orang lagi ajudan itu naek ke lantai dua ajudan ini sudah lama bekerja termasuk orang yang dipercaya oleh majikan. Di rumah kecil itu, kemudian ajudan tersebut melakukan pemerkosaan terhadap majikan yang sedang lemah kondisinya,” terang jaksa.
“Pertanyaan saya, berdasarkan keahlian Saudara apakah mungkin ajudan tersebut berani melakukan tindakan pemerkosaan terhadap majikan di rumah si majikan?” tanya Jaksa.
“Setiap orang akan bertindak selalu memikirkan resiko, dan kemungkinan bawahan untuk melakukan tindakan yang beresiko tinggi itu kecil,” jawab ahli dalam persidangan.
“Dapatkah seorang pelaku pada saat mendengar istrinya diperkosa kemudian masih sempat melakukan tindakan seperti bermain badminton dan juga menunda pembicaraan dengan pemerkosa padahal pemerkosa ajudannya sendiri?” tanya jaksa.
“Dalam pembunuhan tidak berencana tidak ada jeda untuk berpikir melakukan tindakan tindakan lain,” ujar Mustofa
“Artinya, saudara menilai bahwa itu sudah pasti berencana?” tanya jaksa lagi.
“Pasti berencana,” Kata Mustofa.
Selain itu, Mustofa juga mengungkap terkait aalasan Bharada E menembak Brigadir J.
“Kemudian alasan mengapa Richard bersedia melakukan, karena pangkatnya paling bawah, sementara yang memerintahkan amat sangat tinggi sehingga kemungkinan melakukan penolakan menjadi kecil ,” ucap Mustofa.
Sementara itu terdakwa Ferdi Sambo, menyampaikan bantahannya atas kesaksian yang diungkap oleh saksi ahli.
“Kepada ahli krimonologi, amat disayangkan konstruksi yang diberikan penyidik tidak menyeluruh kepada ahli sehingga hasilnya tidak komprensif dan cenderung subjektif dimana penyidik menginginkan semua dalam runah menjadi tersangka” ujar Sambo.
“Kemudian terkait tanggapan kejadian di magelang, saya pastikan itu terjadi saya pastikan tidak mungkin saya berbohong karena itu menyangkut istri saya,” ujarnya. *
Laporan Ade Feri Anggriawan