KSP Minta Segala Pesan Protes Disampaikan dengan Demokratis

Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani. (IST)

FORUM KEADILAN – Kantor Staf Presiden (KSP) merespons pesan protes KUHP di lokasi bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Bandung. KSP menegaskan segala bentuk ketidaksetujuan hendaknya disampaikan lewat mekanisme yang demokratis.

“KUHP sudah melalui mekanisme DPR yang demokratis dan disetujui rakyat. Ketidaksetujuan akan UU ini harusnya dilakukan melalui mekanisme yang demokratis yang telah disediakan,” kata Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangan tertulis, Rabu, 7/12/2022.

Bacaan Lainnya

Jaleswari mengecam aksi teror bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar. Dia menegaskan alasan apa pun tak dapat dibenarkan.

Baca juga:

Aipda Sofyan Gugur dalam Insiden Bom Bunuh Diri di Polsek Astanaanyar

Pasca Ledakan, Polisi Tutup Akses Jalan ke Polsek Astanaanyar

“Pemerintah mengecam keras tindakan terorisme apapun motifnya karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Peristiwa ini menunjukkan masih ada orang-orang yang melakukan aksi-aksi teror dengan cara menggunakan bom yang bisa menimbulkan korban jiwa besar. Tindakan ini jelas tidak bisa ditolerir, apa pun alasannya,” kata Jaleswari.

Jaleswari menegaskan, pemerintah terus memantau jejaring kelompok dan organisasi radikal, termasuk individu-individu yang berafiliasi dan berbaiat dengan organisasi teroris. Dia memastikan mereka yang terlibat dalam serangan bom bunuh diri seperti ini tidak akan lolos dari proses hukum.

“Aparat sedang melakukan pendalaman peristiwa dan akan melakukan proses penegakan hukum.” ungkap Jaleswari.

Jaleswari menyampaikan Polri segera mengusut tuntas jejaring pelaku dan Pemerintah akan menanggung biaya korban polisi dan segera memperbaiki kantor polisi yang rusak. “Pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak panik dan tetap beraktivitas normal,” tutup Jaleswari.

Pemerintah Tepis Kecolongan

Jaleswari berbicara tentang kantor-kantor polisi yang masuk dalam daftar target kelompok radikal, terutama jaringan ISIS. Mereka juga disebut menargetkan objek vital, fasilitas internasional atau rumah ibadah.

“Bagi kelompok radikal teroris, kepolisian bukan saja dilihat sebagai alat negara yang disebut sebagai toghut (sesat), tetapi juga ancaman karena penegakan yang dilakukan mereka terhadap jejaring teroris,” ujar Jaleswari.

Dia mengatakan Polri sudah berupaya meminimalisasi potensi serangan yang membahayakan termasuk selalu menerapkan emeriksaan berlapis. Jaleswari pun menepis aparat kecolongan dengan adanya bom bunuh diri ini.

“Namun, mengingat sifat sporadis dari jaringan ISIS, maka mereka akan tetap mencari target kantor-kantor polisi dengan segala kalkulasi resiko yang mereka sudah hitung, misalnya kematian,” ujar Jaleswari.

“Jadi tidak ada istilah kecolongan, karena sifat dari kantor-kantor polisi kita terbuka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang itu dianggap sebagai celah,” sambung dia.*