Jumat, 24 Oktober 2025
Menu

Amnesty Kecam Usulan Soeharto Jadi Pahlawan: Bentuk Pengkhianatan terhadap Reformasi

Redaksi
Presiden ke-2 RI Soeharto | Ist
Presiden ke-2 RI Soeharto | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi 1998.

“Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah bentuk pengkhianatan terbesar atas mandat rakyat sejak 1998,” kata Usman dalam pesannya kepada Forum Keadilan, Kamis, 23/10/2025.

Menurut Usman, langkah Kementerian Sosial (Kemensos) mengusulkan nama Soeharto kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) merupakan upaya sistematis untuk memutihkan catatan kelam rezim Orde Baru.

“Soeharto jatuh akibat protes publik yang melahirkan reformasi. Karena itu, menganugerahi Soeharto gelar pahlawan nasional bisa dipandang sebagai akhir dari reformasi itu sendiri,” ujar Usman.

Ia menilai, pemerintah seharusnya memprioritaskan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu, bukan memberi penghargaan kepada sosok yang justru bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran tersebut.

“Mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan berarti mengabaikan penderitaan para korban dan keluarga mereka yang hingga kini belum mendapatkan keadilan,” kata Usman.

Usman juga mengingatkan berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi selama 32 tahun kekuasaan Soeharto, mulai dari tragedi 1965–1966, penembakan misterius (Petrus), Tanjung Priok, Talangsari, hingga penghilangan paksa aktivis menjelang kejatuhan Soeharto pada 1998.

“Negara telah mengakui peristiwa-peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat, baik melalui Ketetapan MPR pada awal reformasi maupun pernyataan resmi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2023. Namun hingga kini, tak satu pun aktor utama, termasuk Soeharto, dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.

Usman menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bukan hanya melukai nurani para korban, tetapi juga berpotensi memutarbalikkan sejarah.

“Kami mengecam dan menolak keras pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Pemerintah harus mencabut namanya dari daftar calon penerima gelar pahlawan. Hentikan upaya pemutihan sejarah ini,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf pada 21 Oktober 2025 menyerahkan daftar 40 calon penerima gelar pahlawan nasional kepada Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon selaku Ketua Dewan GTK.

Dalam daftar tersebut tercantum sejumlah nama tokoh, termasuk Soeharto, Gus Dur, Marsinah, Ali Sadikin, dan KH Bisri Syansuri. Daftar itu selanjutnya akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk penetapan sebelum peringatan Hari Pahlawan, 10 November mendatang.*

Laporan oleh: Muhammad Reza