Jumat, 17 Oktober 2025
Menu

KPK Minta Mahfud MD Laporkan Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

Redaksi
Kereta Cepat Whoosh | Ist
Kereta Cepat Whoosh | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melaporkan secara resmi dugaan adanya penggelembungan anggaran atau mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, lembaganya tidak bisa menindaklanjuti pernyataan yang disampaikan di ruang publik tanpa adanya laporan resmi yang disertai data awal.

“KPK mengimbau bagi masyarakat yang mengetahui informasi awal ataupun data awal terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka silakan dapat menyampaikan aduan tersebut kepada KPK melalui saluran pengaduan masyarakat,” ujar Budi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 17/10/2025.

Menurut Budi, setiap laporan yang masuk harus dilengkapi dengan informasi pendukung agar proses telaah dan verifikasi berjalan lebih presisi.

“Tentu laporan untuk dilengkapi juga dengan informasi dan data awal, sehingga nanti dalam proses telaah dan verifikasinya menjadi lebih presisi,” ujarnya.

Budi menegaskan, KPK akan menganalisis setiap laporan untuk menentukan apakah kasus tersebut termasuk dalam kewenangan lembaganya atau tidak.

“KPK tentu akan menganalisis apakah termasuk kewenangan KPK atau bukan, sehingga itu akan menentukan tindak lanjut dari setiap laporan aduan masyarakat yang masuk ke KPK,” kata dia.

Sebelumnya, Mahfud MD dalam video yang diunggah di kanal YouTube Mahfud MD Official pada 14 Oktober mengungkapkan ada dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh.

“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat (AS). Akan tetapi, di Cina sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” katanya.

“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” lanjut dia.*

Laporan oleh: Muhammad Reza