Kamis, 04 Desember 2025
Menu

Purbaya Soal Utang Whoosh: Untung ke Dia, Susahnya ke Kita

Redaksi
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 10/9/2025| BPMI Setpres/Rusman
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 10/9/2025| BPMI Setpres/Rusman
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan bahwa utang kereta cepat Whoosh seharusnya ditangani oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Purbaya menjelaskan bahwa Danantara sebagai holding BUMN, sudah mengambil 80 persen dari dividen dari BUMN dan seharusnya utang Whoosh dikelola oleh Danantara melalui dividen mereka.

“Harusnya mereka tarik (pembayaran) dari situ (dividen) aja. malah bisa bagus kalau bisa tarik dari situ. Jadi kalau pakai APBN dulu agak lucu karena untungnya ke dia susahnya ke kita, harusnya kalau diambil ambil semua,” ujar Purbaya di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) Graha Segara, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 13/10/2025.

Ia menilai bila utang Whoosh ditanggung oleh APBN, hal ini akan lucu. Dikarenakan, Danantara yang akan mengambil dividennya, namun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menanggung utangnya.

“Jadi kalau pakai APBN dulu agak lucu karena untungnya ke dia susahnya ke kita, harusnya kalau diambil ambil semua,” tegasnya.

Diketahui sebelumnya, Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menolak bila Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipakai untuk menanggung sebagian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Purbaya menilai bahwa tanggung jawab pembayaran utang seharusnya dikelola oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia yang menaungi proyek tersebut.

“Utang KCIC dibiayai APBN, saya belum dihubungi untuk masalah itu, nanti begitu ada saya di jumpa pers mingguan saya kasih tahu updatenya seperti apa,” kata Purbaya via Zoom saat mengisi Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor, Jawa Barat, Jumat, 10/10/2025.

Menurutnya, hingga saat ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menerima pembahasan resmi dari pihak terkait mengenai usulan agar sebagian utang PT KCIC ditanggung oleh negara.

Tetapi, Purbaya menilai bahwa Danantara sudah memiliki kapasitas keuangan yang cukup untuk menyelesaikan masalah itu tanpa perlu mengandalkan APBN.

“Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu. Tapi kalau ini kan di bawah Danantara kan ya. Kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih,” tuturnya.

Purbaya menegaskan Danantara seharusnya dapat mengelola kewajiban keuangan proyek Whoosh menggunakan sumber daya yang dimiliki. Pemerintah tidak ingin terus-menerus menanggung beban keuangan dari proyek yang dikelola secara korporasi.

“Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi. Karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government,” sambungnya.

Ia mengingatkan agar pengelolaan antara sektor swasta dan pemerintah tidak tumpang tindih. Menurutnya, skema pembiayaan proyek seperti Whoosh harus jelas batasnya antara bagian yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan yang dikelola secara komersial.

“Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government. Posisi saya sekarang yang saya tahu seperti mana saya belum disusunin sama mereka,” pungkasnya

Sebagai informasi, BPI Danantara menyiapkan dua opsi penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membebani neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI

Opsi itu meliputi penyertaan modal tambahan kepada KAI atau penyerahan infrastruktur kereta cepat kepada pemerintah.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dijalankan oleh PT KCIC, perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan mitra Cina.

Sebanyak 75 persen pendanaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank, sementara sisanya berasal dari modal pemegang saham, termasuk KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.*