Jumat, 10 Oktober 2025
Menu

Riva Siahaan Didakwa Rugikan Negara US$5,7 Miliar dan Rp25,4 Triliun di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina

Redaksi
Sidang perdana 4 terdakwa kasus korupsi bbm pertamina di PN Jakpus, Kamis, 9/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang perdana 4 terdakwa kasus korupsi bbm pertamina di PN Jakpus, Kamis, 9/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Bekas Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan didakwa merugikan keuangan negara sebanyak US$5,74 miliar dan Rp25,4 triliun. Selain itu, ia juga didakwa merugikan perekonomian negara sebesar Rp171,997 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Adapun kerugian keuangan negara yang dilakukan Riva tersebut dihitung berdasarkan dari pengadaan impor produk kilang/BBM yaitu sebesar US$5.740.532,61 ke dua korporasi asing dan dalam penjualan solar non subsidi kepada 14 korporasi nasional selama periode tahun 2021-2023 yaitu sebesar Rp2.544.277.386.935.

“Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu kerugian keuangan negara dalam pengadaan impor produk kilang/BBM yaitu sebesar US$5.740.532,61 dan kerugian keuangan negara dalam penjualan solar non subsidi selama periode tahun 2021-2023 yaitu sebesar Rp2.544.277.386.935,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 9/10/2025.

Adapun kerugian tersebut merupakan bagian kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar US$2.732.816.820,63 (miliar) dan Rp25.439.881.674.368,30 (triliun).

JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai bahwa tindakan Riva telah memperkaya diri sendiri ataupun orang atau korporasi lain dalam pengadaan impor produk kilang atau BBM.

Adapun beberapa korporasi yang diduga diuntungkan dalam pengadaan impor produk kilang atau BBM di antaranya ialah British Petroleum (BP) Singapura dalam pengadaan Gasoline 90H1 2023 dan Gasoline 92H1 2023 sebesar US$3.651.000 dan SG$745.493,31 dan Sinochem International Oil (Singapore) dalam pengadaan Gasoline 90 H1 2023 sebesar US$1,394,988.19.

Sementara dalam hal penjualan solar non subsidi, Riva diduga telah memperkaya sejumlah korporasi di Indonesia di antaranya ialah PT. Berau Coal Rp449.102.502.735; PT BUMA Rp264.141.903.743; PT Merah Putih Petroleum sebesar Rp256.232.755.374; dan PT Adaro Indonesia sebesar Rp168.511.640.506.

Selain itu ialah, PT Pama Persada Nusantara sebesar Rp958.380.337.983; PT Ganda Alam Makmur sebanyak Rp127.993.965.059; PT Indocement Tungal Prakarsa sebesar Rp42.516.537.300; PT Aneka Tambang sebanyak Rp16.794.508.270.

Ada pula PT Maritim Barito Perkasa sebesar Rp66.484.498.847; PT Vale Indonesia Rp62.140.873.123; PT Nusa Halmahera Minerals sebesar Rp14.058.741.054; dan PT Puranusa Ekapersada melalui PT Arara Abadi sebesar Rp118.676.348.

Terakhir ialah PT Indo Tambangraya Megah melalui sejumlah analis perusahaan yang terdiri dari PT Tambang Raya Usaha Tama sebesar Rp29.507.605.368; PT Bharinto Ekatama Rp11.753.230.820; PT Sinar Nirwana Sari Rp21.478.060.717; PT Trubaindo Coal Mining Rp10.704.527.795; dan PT Tunas Jaya Perkasa sebesar Rp12.357.021.893.

Jaksa Penutut Umum juga menyebut bahwa terdapat kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293,00 (triliun) dalam kasus ini. Angka tersebut merupakan perhitungan dari kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar US$2,617,683,340.41 (miliar).

Adapun dalam sidang ini, jaksa juga mendakwa tiga orang lainnya yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga 2023-2025 Maya Kusmaya; VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga 2021-2023 Edward Corne; serta Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi