Kamis, 16 Oktober 2025
Menu

Majelis Hakim Nyatakan Perkara TPPU Windu Aji Ne Bis in Idem, 1 Hakim Dissenting

Redaksi
Sidang pembacaan vonis TPPU kasus korupsi pertambangan ore nikel Blok Mandiodo dengan terdakwa Windu Aji Sutanto dan Glenn Ario di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 24/9/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang pembacaan vonis TPPU kasus korupsi pertambangan ore nikel Blok Mandiodo dengan terdakwa Windu Aji Sutanto dan Glenn Ario di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 24/9/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan terdakwa Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM) Windu Aji Sutanto tidak dapat diperiksa kembali karena dinilai ne bis in idem. Meski begitu, terdapat 1 hakim memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

Asas nebis in idem sendiri merupakan prinsip hukum yang melindungi terdakwa agar tidak dituntut dua kali atas perbuatan yang sama.

“Menyatakan perkara Terdakwa atas nama Windu Aji Sutanto ne bis in idem,” kata Ketua Majelis Hakim Sri Hartati dalam ruang sidang, Rabu, 24/9/2025.

Majelis berpendapat bahwa perkara ini merupakan pengulangan dari perkara Tipikor sebelumnya yang telah inkrah.

Adapun pada perkara itu, Windu divonis selama delapan tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.

Pada perkara itu, Windu juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar  Rp135.836.895.000,26. Apabila harta benda Windu tak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

“Menimbang bahwa apabila dalam perkara TPPU memiliki dasar dan pokok perkara yang sama dengan tindak pidana asal di perkara tipikor, serta semua bukti telah dipertimbangkan dan putusan terhadap perkara korupsi tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Maka perkara TPPU tersebut dapat dinyatakan asas nebis in idem dan seluruhnya tidak bisa diperiksa kembali,” katanya.

Menurutnya, asas tersebut merupakan perlindungan hukum bagi terdakwa untuk tidak dituntut dua kali atas perbuatan yang sama.

Atas dasar pertimbangan tersebut, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan perkara TPPU dengan terdakwa Windu Aji Sutanto sah dan meyakinkan sebagai perkara nebis in idem, sehingga tidak dapat diperiksa kembali.

Selain itu, dalam kasus ini, majelis hakim juga menyatakan perkara dengan terdakwa Glenn Ario Sudarto selaku pelaksana lapangan PT LAM juga dinyatakan ne bis in idem. Adapun Gleen telah divonis tujuh tahun penjara berdasarkan putusan tingkat kasasi. Ia juga dijatuhi denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Namun, vonis ini tidak diputus dengan suara bulat, melainkan terdapat satu hakim yang memiliki pendapat berbeda (DO), yakni hakim anggota II Hiashinta Fransiska Manalu.

Menurutnya, baik Windu dan Gleen didakwa dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU TPPU, sehingga berbeda dengan dakwaan pada perkara sebelumnya yang menggunakan UU Tipikor.

“Bahwa masing-masing dakwaan tersebut mengandung unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dan diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang berbeda pula. Bahwa walaupun dakwaan tersebut didasarkan pada peristiwa yang sama, tetapi terdakwa didakwa dengan perbuatan pidana yang berbeda,” katanya.

Sebelumnya, jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Windu Aji selama enam tahun pidana penjara pada kasus TPPU terkait kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Selain itu, ia juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut pelaksana lapangan PT LAM Glenn Ario Sudarto selama lima tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan pidana badan.

Dalam perkara ini, Windu didakwa melakukan TPPU dari hasil korupsi penjualan bijih nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara. Uang tersebut digunakan untuk membeli sejumlah mobil mewah. Windu juga disebut menerima aliran dana Rp1,7 miliar.

Sementara Glenn Ario, yang menjabat sebagai pelaksana lapangan PT LAM, didakwa lebih aktif berperan dalam kegiatan penambangan hingga pengangkutan dan penjualan bijih nikel.

Hasil tambang yang seharusnya diserahkan kepada PT Antam justru dijual ke pihak lain. Glenn diduga membeli dokumen milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan PT Tristaco Mineral Makmur (TTM) seharga US$3-5 per metrik ton agar seolah-olah bijih nikel tersebut berasal dari WIUP kedua perusahaan itu.

Atas perbuatannya, Windu Aji didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Glenn Ario didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi