Bantah Langgar Aturan, Eks Komut Jiwasraya: Kalau Saklek, Banyak Asuransi Tutup

FORUM KEADILAN – Eks Komisaris Utama PT Asuransi Jiwasraya Djonny Wiguna membantah bawah perusahaan melanggar aturan Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu). Menurutnya, apabila aturan tersebut dijalankan, maka akan banyak perusahaan asuransi yang tutup.
Hal itu ia sampaikan dalam sidang pemeriksaan ahli kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya periode tahun 2008-2018 yang menjerat eks Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 2/9/2025.
Mulanya, jaksa menanyakan apakah dirinya mengetahui Keputusan Menkeu Nomor 424/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Dalam Pasal 2, kata jaksa, dijelaskan bahwa perusahaan asuransi dan reasuransi wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120 persen dari resiko kerugian yang mungkin timbul akibat dari defiasi. Adapun Jiwasraya mengalami insloven hingga 580 persen.
“Otomatis, yang bapak jelaskan itu bertentangan, dong, dengan keputusan Menteri Keuangan?” ucap jaksa dengan nada tinggi di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 2/9.
Namun, Djonny menyebut bahwa bila aturan tersebut diterapkan, maka banyak perusahaan asuransi jiwa di Indonesia yang akan tutup.
“Kalau begitu, mungkin separuh dari perusahaan asuransi tutup sekarang ini lho, Pak!” tegasnya.
Jaksa kemudian menegaskan bahwa Jiwasraya tetap menerbitkan produk baru dalam kondisi insolven sehingga jelas bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, Djonny bersikukuh bahwa langkah itu bukan pelanggaran, melainkan upaya untuk menjaga perusahaan tetap berjalan agar bisa memenuhi kewajiban kepada pemegang polis.
“Karena itulah cara-cara direksi yang diperbuat itu supaya bisa memproduksi, supaya bisa menghasilkan, membayar utang-utang. Kan saya tegaskan harus berproduksi,” katanya.
Ia lantas menyinggung soal Perusahaan Asuransi Bumi Putra, namun Jaksa menyebut bahwa itu cerita lain. Jaksa kembali menegaskan bahwa PT AJS merugi hingga 580 persen sehingga otomatis bertentangan dengan Keputusan Menkeu.
“Itu yang saya lakukan saklek (sesuai aturan), Pak. Saklek saya,” katanya.
Djonny lantas mengakui, dalam konteks hukum, langkah tersebut memang tidak sesuai aturan. Namun, ia menyebut, keputusan direksi kala itu merupakan jalan terpaksa demi menyelamatkan perusahaan dari kolaps sekaligus melindungi kepentingan nasabah.
“Dalam kasus ini prinsipnya berbeda lagi. Kalau gitu perusahaan di mana saya berada, sebagai Komut demi untuk menyelamatkan negara, jalankan. Tapi dalam konteks ini, demi suatu pembenaran hukum ndak boleh dijalankan,” katanya.
Jaksa kembali menanyakan, apakah meski PT AJS melanggar ketentuan dalam Keputusan Menkeu, yang terpenting perusahaan bisa tetap beroperasi.
“Demi pemegang polis. Berapa juta pemegang polis kita? 3,2 juta pemegang polis. Kalau mati yang tanggung jawab siapa? Pemerintah juga,” katanya.
Sebelumnya, eks Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, didakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp90 miliar dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya periode tahun 2008-2018.
Isa disebut berperan dalam penyusunan skema reasuransi Jiwasraya melalui perusahaan asing Provident Capital Ltd dan Best Meridian Insurance Company.
“Bahwa perbuatan terdakwa baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan Telah memperkaya Perusahaan reasuransi Provident Capital Ltd sebesar Rp50 miliar dan Perusahaan reasuransi Base Meridian Insurance Company sebesar Rp40 miliar,” kata jaksa.
Tidak hanya itu, Isa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK juga disebut menyetujui pencatatan beberapa produk saving plan Jiwasraya.
Produk-produk tersebut menawarkan bunga tinggi yang tidak ditopang hasil investasi perusahaan. Akibatnya, Jiwasraya terbebani klaim yang sangat besar hingga mencapai Rp12,23 triliun per akhir 2019.
“Karena pada akhirnya tidak diimbangi dengan hasil investasi PT AJS, sehingga menimbulkan jumlah uutang klaim atas produk saving plan per 31 Desember 2019 adalah senilai Rp12.239.736.429.430 (triliun) yang di dalamnya termasuk klaim atas produk Bukopin Saving Plan, Produk Saving Plan, dan Produk JS Proreksi Saving Plan yang disetujui dan dicatatkan oleh terdakwa Isa Rachmatarwata,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, Isa Rachmatarwata didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang tindak pidana korupsi.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi