Minggu, 26 Oktober 2025
Menu

Tokoh Sepuh NU: Penjarahan Rakyat Kecil, Cerminan dari Kebiasaan Elite Negeri

Redaksi
Aksi penjarahan di kediaman Ahmad Sahroni | Ist
Aksi penjarahan di kediaman Ahmad Sahroni | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kerusuhan dan aksi penjarahan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat, termasuk pengemudi ojek online (ojol), telah menimbulkan perhatian publik. Namun, menurut Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH. Muzakki Cholis, fenomena ini tak bisa hanya dipandang sebagai tindakan anarkis, melainkan sebagai cermin dari perilaku para elite politik dan pejabat negara yang sejak lama melakukan praktik serupa dengan skala lebih besar.

“Rakyat kecil hanya meniru apa yang mereka lihat dari atas. Kalau pejabat hobi menjarah harta negara, jangan heran bila rakyat pun menganggap menjarah bukan hal yang tabu. Bedanya, apa yang dijarah rakyat hanya sekadar untuk bertahan hidup, sementara pejabat menjarah demi memperkaya diri dan kelompoknya,” tegas Muzakki.

“Perbedaan lainnya adalah para elite menjarah melalui konsep dan kebijakan yang kolutif dan nepotis, dipersiapkan secara matang bertahun-tahun, sementara rakyat menjarah secara spontan karena terpaksa, dalam situasi yang sangat memaksa mereka lakukan penjarahan itu,” tambahnya.

Ia menegaskan, praktik penjarahan negara oleh elite bisa terlihat dari banyak kasus, seperti perampokan dan penggundulan hutan, privatisasi laut, perampasan tanah rakyat, penambangan yang merusak seperti di Raja Ampat, hingga mega korupsi di Pertamina dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya. Semua itu merupakan bentuk nyata ‘penjarahan’ sistematis yang jauh lebih merugikan dibandingkan apa yang dilakukan rakyat kecil dalam situasi tertekan.

Padahal, konstitusi sudah sangat jelas menegaskan pada Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Namun kenyataannya, rakyat justru lebih banyak ditimpa oleh kekerasan ekonomi, harga-harga yang mencekik, pendidikan yang mahal, pekerjaan yang sulit, dan tanah yang dirampas untuk kepentingan segelintir. Inilah pengkhianatan terhadap amanat konstitusi,” ungkapnya.

Lebih jauh, KH. Muzakki Cholis menilai, aksi rakyat yang meledak belakangan ini hanyalah puncak gunung es dari rasa putus asa, ketidakadilan, dan hilangnya teladan dari para pemimpin bangsa. Jika pola penjarahan oleh elite terus dibiarkan, maka fenomena serupa akan berulang dan berujung pada semakin runtuhnya kepercayaan rakyat terhadap negara.

“Sudah saatnya kita semua kembali pada cita-cita luhur para pendiri bangsa ketika Republik ini didirikan, negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan untuk melayani kerakusan segelintir elit,” pungkasnya.*