Senin, 01 September 2025
Menu

Pukat UGM: Amnesti dan Abolisi untuk Tom Lembong-Hasto Kristiyanto Sarat Politik Transaksional

Redaksi
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kiri) dan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong (kanan) | Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kiri) dan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong (kanan) | Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, pemberian amnesti dan abolisi oleh presiden terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sarat dengan kepentingan politik transaksional.

Dirinya mengkritik pemberian amnesti dan abolisi terhadap 1.168 orang yang mendapatkan amnesti dan abolisi karena dinilai langkah tersebut tidak transparan dan berpotensi melanggar prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

“Saya mengkritik pemberian amnesti dan abolisi oleh presiden. Pertama, ini baru dua orang yang disampaikan kepada publik, Tom Lembong dan juga Hasto. Sedangkan lebih dari seribu orang lainnya belum disampaikan siapa saja mereka, tindak pidana apa yang telah dilakukan,” kata Zaenur saat dihubungi Forum Keadilan, Jumat, 1/8/2025.

Menurutnya, ketiadaan informasi tersebut membuat publik tidak bisa ikut mengawasi proses dan alasan di balik keputusan itu. Ia mendesak pemerintah dan DPR untuk membuka daftar penerima kepada masyarakat.

Lebih lanjut, Zaenur menegaskan bahwa meskipun amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan harus disertai pertimbangan DPR, secara historis kebijakan ini hanya diberikan dalam situasi tertentu.

Menurutnya, secara historis pemberian amnesti dan abolisi digunakan untuk menyatukan bangsa yang terpecah karena konflik politik. Ia mencontohkan soal pemberian amnesti dan abolisi terhadap eksponen Gerakan Acah Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Eksponen Fretilin atau aktivis yang dijerat pasal makar.

“Jadi tujuannya itu adalah untuk menyatukan negara agar mereka semua mau kembali ke pangkuan republik dan diberikan pengampunan. Jadi tujuannya itu adalah untuk tujuan negara,” katanya.

Namun menurutnya, pemberian amnesti dan abolisi terhadap tokoh-tokoh seperti Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto saat ini tidak mencerminkan semangat tersebut. Ia justru melihat adanya praktik politik kekuasaan yang bersifat elitis.

“Yang saya lihat adalah ini politik transaksional, politik kekuasaan, politik elektoral, bukan politik kebangsaan. Yang memang mungkin akan menyatukan misalnya elit-elit politik,” tambahnya.

Dengan pemberian amnesti dan abolisi dari presiden tersebut, kata dia, hal ini akan membuat pemerintahan semakin kuat dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang bersebrangan.

“Kemungkinan kekuasaan kemudian akan semakin besar, akan semakin bulat dengan misalnya dukungan dari yang selama ini masih berseberangan dengan pemerintah. Saya sebut PDIP misalnya atau kelompok Tom Lembong,” katanya.

Sebagai informasi, DPR menyetujui abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa pemberian abolisi dan amnesti tersebut berdasarkan surat dari Presiden Prabowo Subianto.

“Dan hasil rapat konsultasi tersebut, DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden,” kata Dasco di DPR, Kamis, 31/7.

Adapun surat abolisi terhadap Tom Lembong tertuang dalam Surat Presiden Nomor R43/Pres.07.2025 per tanggal 30 Juli 2025. Sedangkan, pemberian amnesti kepada Hasto tertuang dalam Surpres Nomor R42/Pres.07.2025 per tanggal 30 Juli 2025 yang telah disetujui DPR.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi