Sindir Vonis Ringan Harvey Moeis, Prabowo: Kalau Bisa 50 Tahun!

FORUM KEADILAN – Presiden Prabowo Subianto menyindir rendahnya vonis Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Dirinya meminta agar para hakim memberikan vonis yang lebih berat untuk para koruptor.
Hal itu ia sampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
“Saya mohon, kalau sudah jelas melanggar dan kerugiannya mencapai ratusan triliun rupiah, semua unsur, terutama hakim-hakim, jangan vonisnya terlalu ringan,” kata Prabowo di Gedung Bappenas, Senin, 30/12/2024.
Ia menambahkan bahwa rakyat juga memahami ketidakadilan dalam penegakan hukum. Menurutnya, meski masyarakat awam tidak mendalami hukum, mereka tetap bisa melihat ketimpangan dalam putusan hukum yang tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara.
“Rakyat pun mengerti, rakyat di pinggir jalan pun mengerti. Ratusan triliun kerugian, tapi vonisnya cuma sekian tahun. Jangan-jangan nanti di penjara (koruptor) malah pakai AC, punya kulkas, dan TV,” ujarnya.
Prabowo juga meminta agar Kementerian Pemasyarakatan, Kejaksaan Agung, serta instansi terkait bersikap lebih tegas dalam menindak koruptor.
“Tolong, Menteri Pemasyarakatan, Jaksa Agung, naik banding! Naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” katanya.
Meskipun dirinya tidak menyinggung nama Harvey Moeis dalam pidatonya, namun publik tengah dihebohkan dengan adanya vonis ringan kepada Harvey Moeis.
Sebelumnya, Harvey Moeis dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Harvey dengan hukuman 6,5 tahun penjara. Hakim juga menghukum Harvey membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan JPU di mana Suami aktris Sandra Dewi itu dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar serta uang pengganti Rp 210 miliar.*
Laporan Syahrul Baihaqi