Jumat, 04 Juli 2025
Menu

Beredar Surat KPU Bahas Putusan MA, Pakar: KPU Tak Berani Macam-macam

Redaksi
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar merespons soal beredarnya surat permintaan konsultasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kepada Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di media sosial.

Pria yang akrab disapa Uceng mengatakan, hal tersebut bukan kali pertama terjadi. Ia menduga, beredarnya surat tersebut hanya untuk mengocok ruang publik.

Uceng lantas meminta masyarakat untuk mengawasi janji KPU soal Revisi Peraturan KPU (PKPU) akan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70/PUU-XXII/2024 terkait syarat pencalonan kepala daerah.

“Kalau enggak percaya KPU, ya saya setuju. Tapi paling tidak, ruang untuk KPU mau macam-macam itu sebenarnya sempit,” ucap Uceng kepada wartawan di Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat, 23/8/2024.

Apalagi, Uceng menyoroti, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa serta kelompok masyarakat sipil lainnya terhadap rencana DPR dan Pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.

Gelombang aksi unjuk rasa tersebut akhirnya menyebabkan RUU Pilkada batal disahkan di rapat paripurna. Apabila KPU tidak menepati janjinya, kata Uceng, maka kericuhan di Indonesia akan semakin membesar.

“Saya enggak yakin KPU mau berani menghadapi gelombang besar. Gedung, pagar besar itu saja roboh. Ya tapi kita lihat besok, kan. Karena semua bisa terjadi,” jelasnya.

Sebelumnya, beredar surat permintaan konsultasi dan konsinyering KPU RI kepada Komisi II DPR di media sosial.

Surat itu memuat permintaan KPU untuk membahas perubahan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 dan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/202 soal tafsir penetapan usia pencalonan kepala daerah yang ditetapkan sejak pelantikan.

Padahal Putusan MA itu sendiri harusnya sudah tidak berlaku lagi sebab MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 70/2024 di mana MK menegaskan bahwa batas usia minimal kepala daerah ditetapkan sejak penetapan pasangan calon.*

Laporan Syahrul Baihaqi