Disebut PDIP Berbanding Terbalik dalam Sikapi Putusan MK, Baleg: Tidak Ada Pilih Kasih

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek membantah terdapat pilih kasih dalam pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.
Pasalnya, revisi RUU Pilkada tersebut dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 70 soal batas usia calon kepala daerah. Adapun putusan tersebut dapat menghambat putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, untuk berlaga di Pilkada 2024 lantaran tidak memenuhi syarat usia minimum.
Sementara saat MK mengeluarkan putusan nomor 90 tahun 2023 tentang syarat minimum batas usia calon presiden dan wakil presiden yang memuluskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tidak dilakukan pembahasan maupun revisi oleh Baleg DPR.
“Tidak ada pilih kasih, tidak akan nyata sekalipun untuk pilih kasih. Waktu itu (putusan MK 90) tidak ada momentum revisi Undang-Undang Pemilu,” kata Awiek kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 21/8/2024.
Awiek berdalih bahwa revisi RUU Pilkada kali ini bukan sebagai reaksi dari putusan MK nomor 70, melainkan karena bertepatan dengan momentum perubahan Undang-Undang.
Sedangkan, saat MK mengeluarkan putusan nomor 90 tahun 2023, kata Awiek, tidak terdapat momentum perubahan Undang-Undang, sehingga Baleg tidak melakukan revisi RUU Pemilu.
“Kalau ini momentumnya pas memang, kebetulan Surpres Revisi Undang-Undang itu sudah terbit dan memang mau dibahas sekalian ada putusan MK, ya sekalian supaya tidak ada yang tercecer,” ujarnya.
Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga berkilah bahwa pihaknya telah melanggar konstitusi karena tidak menaati putusan MK dengan cara menganulir putusan MK nomor 70 melalui revisi RUU Pilkada.
Awiek mengklaim, kerja-kerja yang dilakukan tersebut atas nama konstitusi, karena pihaknya sudah diamanatkan oleh konstitusi sebagai pembentuk Undang-Undang.
“Yang diamanatkan oleh konstitusi itu membentuk Undang-Undang adalah pemerintah bersama DPR. Mahkamah Konstitusi sifatnya adalah negatif legislasi. Jadi membatalkan ataupun menolak. Bukan merumuskan norma. Merumuskan norma, membuat norma, itu tugasnya pembentuk Undang-Undang,” jelasnya.
Sementara itu, politisi PDIP sekaligus anggota Baleg DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan bahwa revisi RUU Pilkada oleh Baleg DPR RI itu berbanding terbalik dengan putusan MK nomor 90.
Masinton menilai bahwa pemerintah dan DPR punya respons berbeda antara putusan MK nomor 70 tahun 2024 dengan putusan MK nomor 90 tahun 2023.
“Kita tahu semua apa proses di Baleg DPR ini yang disampaikan oleh pemerintah dengan sangat cepat merespons putusan MK itu, berbanding terbalik ketika putusan MK nomor 90 2023 lalu, kan berbeda tuh respons nya pemerintah,” kata Masinton.
Masinton juga menduga bahwa revisi RUU Pilkada oleh Baleg kali ini juga diperuntukkan bagi putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang disebut akan mencalonkan di Pilkada Jawa Tengah mendatang, di mana pencalonnya terganjal oleh putusan MK nomor 70.
“Pembahasan hari ini itu diperuntukkan untuk siapa kita semua sudah tahu lah, teman-teman media juga sudah tahu di mana tadi jelas dan dipertegas syarat pendaftaran syarat usia pada saat pelantikan,” tandasnya.*
Laporan M. Hafid