Ambang Batas Presiden Diuji di MK, Partai Non Parlemen Bisa Usulkan Capres

FORUM KEADILAN – Dua tokoh pegiat demokrasi menguji konstitusionalitas norma ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Mereka meminta Mahkamah Konstutusi (MK) agar partai non parlemen dapat mengusung calon presiden dengan ambang batas yang ditentukan pembentuk Undang-Undang.
Mereka ialah Direktur Eksekutif Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay dan Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini. Mereka menguji Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal presidential threshold.
Dalam petitumnya, mereka meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 222 ayat (2) inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki kursi di DPR dan/atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memiliki kursi di DPR yang jumlahnya paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPR“.
Apabila permohonan ini dikabulkan MK, maka beberapa gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di parlemen dapat mengusungkan capres dan cawapresnya sepanjang memenuhi angka 20 persen dari seluruh partai politik peserta pemilu.
Di samping itu, para Pemohon juga memberikan petitum alternatif di mana pasangan calon dapat diusungkan partai politik dan/atau gabungan partai politik dan diusulkan oleh gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di parlemen dengan ambang batas yang diatur oleh pembentuk Undang-Undang pada Pemilu 2029 mendatang.
Dalam dalil permohonannya, mereka beralasan adanya alternatif pengaturan ambang batas pencalonan presiden dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, seperti mengakomodir hak parpol yang baru mengikuti pemilu untuk mengusulkan pasangan capres dan cawapres.
Selain itu, efek elektoral pilpres kerap menggerus suara partai non parlemen ataupun partai baru karena kandidat capres hanya mendekatkan diri kepada parpol yang memiliki kekuatan dukungan lebih. Untuk itu, parpol non parlemen akan memiliki posisi yang setara dalam mengusung kandidat capres.
“Partai-partai non parlemen dan partai-partai politik yang baru mengikuti pemilu berjalan akan memiliki posisi tawar (bargaining power) yang sebanding dengan partai-partai politik parlemen untuk mengusulkan para kandidat dalam pilpres,” kata Pemohon.
Di samping itu, adanya alternatif ini akan membawa dampak positif kepada semua partai politik pengusung capres dan cawapres, tidak hanya kepada partai besar belaka. Juga, mewujudkan keadilan komunikatif yang memperlakukan setiap partai politik dengan cara dan pendekatan yang sama akan tercipta dalam sistem demokrasi Indonesia.
“Sebab, seluruh partai politik tanpa terkecuali, baik partai politik parlemen, partai politik non parlemen, maupun partai politik yang baru mengikuti pemilu berjalan akan bersama-sama melewati ‘jalur finish’ yang sama, yakni hak untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya keuntungan dari langkah politik mereka, termasuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujarnya.
Alasan terakhir, penerapan ambang batas pencalonan presiden akan memenuhi prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dengan prasyarat-prasyaratnya sebagaimana dikemukakan oleh Mahkamah dalam berbagai putusan. Untuk itu, ambang batas presiden tetap menjamin hak politik dari masing-masing partai politik.
Dihubungi terpisah, Titi Anggraini mengatakan, apabila permohonan tersebut dikabulkan, maka pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diusulkan dengan berbagai skema, yaitu partai politik peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR; gabungan parpol yang memiliki kursi di DPR.
Selain itu, gabungan parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR dan parpol non parlemen; dan juga gabungan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki kursi di DPR yang memenuhi ambang batas pencalonan yang ditentukan oleh pembentuk Undang-Undang.*
Laporan Syahrul Baihaqi