Praktik PPDB ‘Jalur Siluman’ Masih Marak, Pemerintah Diminta Ambil Tindakan Tegas

FORUM KEADILAN – Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 ini diwarnai dengan adanya ‘jalur siluman’.
‘Jalur siluman’ adalah praktik ilegal di mana memalsukan data untuk memasukkan calon siswa ke sekolah favorit atau yang dikenal sebagai ‘titipan’ dengan memberi imbalan atau suap.
Tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di beberapa wilayah lain di Indonesia, fenomena PPDB ‘jalur siluman’ mengakibatkan kericuhan setiap tahun, yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak.
Melihat fenomena ini, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkapkan kekhawatirannya.
“Sementara entah oknum dinas atau sekolah yang melakukan transaksi jual beli atau gratifikasi, tapi sampai hari ini dan tahun-tahun sebelumnya masih belum ada yang serius memberikan sanksi atau melakukan investigasi di sekolah-sekolah,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis, 27/6/2024.
Menurut Ubaid, pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kecurangan PPDB yang selalu terjadi setiap tahun ini.
“Kemudian ini kan terjadi tiap tahun, mestinya itu bisa diidentifikasi kenapa ini terjadi. Selama sistemnya masih seperti ini, tidak ada perubahan kecurangan itu akan terus merajalela,” ujarnya.
“Oh iya (kecurangan meningkat), pastinya karena sekarang situasi ekonomi juga semakin tidak jelas, sehingga masuk sekolah negeri itu keuntungannya berlipat-lipat,” tuturnya.
“Kalau misal di (sekolah) negeri, satu kursi dijual Rp10-20 juta, tapi kan setelahnya sekolah selama tiga tahun untuk SMP atau SMA itu gratis. Kan termasuk murah bagi orang uang punya uang itu pasti langsung dibayar,” sambungnya.
“Di mana-mana pasti tidak ada orang yang jelas melakukan transaksi haram itu mengaku,” katanya.
“Sekolah ini kan wajib, tapi kok ketika anak-anak mau sekolah malah diseleksi, dikompetisikan, rebutan kursi, ini kan enggak cocok antara program wajib sekolah 12 tahun dengan sistem yang dibangun, itu diskriminasi,” tegasnya.
“Seperti di antaranya kita sedang menyisir NIK, dan titipan itu semestinya terbaca, dan (sudah) semakin baik sih sistem kita ini untuk mengetahui titipan itu,” katanya saat hadir dalam diskusi publik bersama KedaiKOPI di Jakarta Pusat, Rabu, 26/6.
Dedi juga membantah adanya PPDB ‘jalur siluman’ ataupun titipan anak pejabat di wilayah DKI Jakarta.
“Kalau di Jakarta titipan itu tidak ada,” ujarnya.
“Yang ada itu mengakali sistem itu, dan mengakali sistem itu niat banget, dari tiga tahun sebelumnya itu sudah diakalin, seperti nitip nama anak di KK (Kartu Keluarga) yang rumahnya dekat sekitar sekolah, padahal dia enggak tinggal di situ ataupun orang situ,” ujarnya.
Sebab itu, kata Dedi, agar tidak ada lagi perebutan kursi, pemerintah Jakarta sudah tidak lagi menyematkan label favorit kepada sekolah-sekolah tertentu.
“Yang jelas upaya terbaik sudah dilakukan dengan Dinas Dukcapil, ada sisiran, dengan Dinas Dikbud juga ada pengawasan terhadap keadilan warga yang memang tinggal di situ,” katanya.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan, pemerintah juga akan memberikan insentif kepada sekolah swasta agar calon siswa didik yang tidak tertampung di sekolah negeri tetap mendapatkan kualitas pendidikan di sekolah swasta.
“Wacananya juga ke depan kita akan lebih besar lagi memberikan bantuan kepada sekolah swasta,” pungkasnya.*
Laporan Novia Suhari