Rabu, 05 November 2025
Menu

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Ungkap 5 Pelanggaran Selama Pilpres 2024

Redaksi
Tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyerahkan kesimpulan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16/4/2024
Tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyerahkan kesimpulan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 16/4/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, mengungkap lima pelanggaran prinsipil yang terjadi selama Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berlangsung.

Keterangan itu ia sampaikan setelah memberikan kesimpulan sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa, 16/4/2024.

“Dalam permohonan PHPU dan dalam kesimpulan yang kami sampaikan, setidaknya ada lima kategori pelanggaran yang sangat mencolok pada proses Pilpres 2024,” ucap Todung kepada awak media, Selasa.

Pelanggaran pertama, kata Todung, adalah terkait pelanggaran etika yang berkaitan dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/ 2023 yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto.

“Kalau membaca keterangan Romo Magnis Suseno itu sangat jelas dikatakan bahwa proses pencalonan tersebut melanggar etika berat,” katanya.

Todung juga menyoroti nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendukung anggota keluarganya untuk membangun dinasti kekuasaan di Indonesia. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan TAP MPR dan Undang-Undang.

“Ada banyak Undang-Undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme,” ucapnya.

Pelanggaran ketiga yang Todung soroti ialah penyalahgunaan kekuasaan yang sangat terkoordinir dan terjadi secara masif. Ia berpendapat bahwa banyak pelanggaran yang terjadi akibat dari abuse of power.

“Pelanggaran keempat adalah prosedural pemilu. Ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh KPU, Bawaslu, dan oleh Paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang,” ungkapnya.

Hal lain atau kelima yang Todung soroti terkait penyalahgunaan aplikasi teknologi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

“Sirekap ujung-ujungnya menimbulkan kekacauan, kontroversi dan ada yang mengatakan menimbulkan penggelembungan suara,” tuturnya.

Todung pun menegaskan kembali bahwa banyak terjadi pelanggaran selama proses Pilpres 2024 berlangsung, mulai dari politisasi bansos, pemilihan Penjabat (Pj) Kepala Daerah, dan netralitas aparatur sipil negara.*

Laporan Syahrul Baihaqi