Rabu, 17 September 2025
Menu

PERMAMPU dan FPM Ungkap Alasan Menikah Sebaiknya di Usia 20-25 Tahun

Redaksi
Ilustrasi menikah | ist
Ilustrasi menikah | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Perempuan Sumatera Mampu (PERMAMPU) bersama Forum Perempuan Muda (FPM) sepakat, sebaiknya wanita maupun pria menikah di usia 20-25 tahun.

Mereka menemukan, banyak dampak negatif yang dialami wanita ketika memutuskan menikah di bawah 19 tahun.

“Saya memiliki teman usia di bawah 19 tahun yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan menikah, di mana dia kemudian mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dan terjadi keributan. Usia 19 tahun laki-laki dan perempuan masih emosional,” kata seorang perwakilan FPM Wilda dalam acara diskusi ‘Ngobrol Kritis Anak Muda Sumatra; Perkawinan Di bawah 19 Tahun dari Sudut Pandang Anak Muda‘, di Medan, Jumat, 25/7/2023.

Perwakilan FPM lainnya, Sasta Maria Lumbantobing menyebut, usai matang untuk rahim perempuan dibuahi adalah 25 tahun.

“Mana mungkin anak mengurus anak! Perkawinan anak berdampak pada masa depan, yaitu KDRT dan perceraian. Umur 18 bahkan 19 tahun belum cukup dewasa untuk memperoleh pekerjaan, atau pendapatan. Umur 25 tahun adalah usia matang untuk rahim perempuan dibuahi,” kata Sasta.

Senada, peserta atau perwakilan lainnya bernama Cici Piola juga berpendapat bahwa usia matang untuk menikah adalah usia 20 sampai 25 tahun.

FPM sepakat, di usia 20-25 pola pikir, pendidikan dan kondisi keuangan sudah cukup mampu untuk menghadapi masalah di rumah tangga. Menurut mereka, perkawinan di bawah 19 tahun dapat memberi dampak yang bahkan bisa menyebabkan kematian di usia muda.

Hal itu juga didasari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI), diketahui bahwa angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,21 persen di tahun 2017, meskipun pernah turun ke angka 10,82 persen tahun 2019; tetapi di masa Covid-19 angka perkawinan anak justru meningkat tajam.

Data tersebut ditemukan oleh Komnas Perempuan pada 2019, yang mana terdapat sebanyak 23.126 kasus pernikahan anak, dan jumlah tersebut terus naik tajam pada 2020, yaitu menjadi 64.211.

Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Indonesia tahun 2020-2024, seharusnya angka perkawinan anak harus turun menjadi 8,74 persen.

Undang-Undang (UU) 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 yang menyatakan usia 19 tahun sebagai usia perkawinan minimum, harus terus disosialisasikan dan diinternalisasikan di seluruh institusi, khususnya keluarga dan lembaga agama.

PERMAMPU pun menghimbau agar menghindari segala bentuk dispensasi perkawinan di bawah usia 19 tahun dengan terus mengadakan pendidikan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di semua institusi khususnya di keluarga, lembaga pendidikan, dan lembaga kesehatan.*

Laporan Sandra Ridhola Veronica