Senin, 04 Agustus 2025
Menu

18 April: Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika. Ini Sejarahnya!

Redaksi
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung, Jawa Barat, 18-24 April 1955. | Ist
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung, Jawa Barat, 18-24 April 1955. | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Setiap tanggal 18 April diperingati sebagai Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA). Konferensi Asia-Afrika pertama kali dilakukan pada 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat.

Kegiatan Konferensi Asia-Afrika dibuat untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara Asia Afrika serta untuk memperkuat solidaritas antar negara-negara Asia Afrika, khususnya antara negara-negara yang baru merdeka dan anti-kolonial.

Konferensi Asia Afrika menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi nyata bagi dunia internasional, sehingga kelak Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar besar dan merdeka. Konferensi Asia Afrika diketuai oleh P.M. Ali Sastromidjojo dan dibuka oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno.

Lalu bagaimanakah latar belakang dan sejarah terjadinya Konferensi Asia-Afrika? Simak selengkapnya dibawah ini.

Latar Belakang Diadakannya Konferensi Asia-Afrika

Munculnya Konferensi Asia-Afrika bermula dari perselisihan yang belum terselesaikan di akhir Perang Dunia II. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, terjadi perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang membuat situasi semakin memanas.

Sebagian besar negara di Asia dan Afrika merupakan bekas jajahan bangsa Eropa dan Amerika. Saat itu masih ada beberapa negara di Asia dan Afrika yang belum merdeka. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun tidak bisa menyelesaikan masalah itu.

Peristiwa-peristiwa itulah yang mendorong bangsa-bangsa Asia Afrika mengambil inisiatif untuk menciptakan rasa solidaritas dan persatuan dengan mengadakan KAA di Bandung.

Sejarah Konferensi Asia-Afrika

Awal mula adanya Konferensi Asia Afrika ini nasib dari negara-negara di kawasan Asia dan Afrika akibat Perang Dunia II. Terbentuknya Konferensi Asia-Afrika pada tanggal 25 April-2 Mei 1954. Saat itu, Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia, menghadiri undangan Perdana Menteri Ceylon (Sri Lanka), Sir John Kotelawala. Selama pertemuan tersebut, Ali Sastroamidjojo bertemu dengan beberapa pemimpin negara Asia dan Afrika lainnya.

Dari hasil pertemuan, Indonesia diusulkan untuk menjadi tuan rumah. Pada 28-29 Desember 1954 pertemuan berlanjut dan memutuskan Kota Bandung sebagai tempat digelarnya pertemuan yang diberi nama Konferensi Asia-Afrika.

Kemudian diputuskan pula bahwa Konferensi Asia-Afrika akan berlangsung di Bandung pada tanggal 18 April 1955. Saat itu ada 29 negara yang berpartisipasi.

Dalam penerapannya, Konferensi Asia-Afrika diawali dengan memainkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kemudian Presiden Soekarno memberikan pidato pembukaannya yang berjudul “Born in New Asia and New Africa” yang artinya Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru.

Pada pukul 10.45 WIB sidang dibuka. Sebagai tuan rumah, Ali Sastroamidjojo terpilih sebagai Ketua Konferensi dan Ketua Sekretariat bersama Roeslan Abdulgani juga dipilih sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi.

Hasil dari Konferensi Asia Afrika yang paling monumental adalah Dasa Sila Bandung, yaitu prinsip dasar usaha dalam memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Berikut terdapat 10 prinsip Dasasila Bandung:

  1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan serta asas-asas yang termuat dalam piagam PBB.
  2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
  3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa besar maupun kecil.
  4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri negara lain.
  5. Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri.
  6. Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
  7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekuasaan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
  8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum ataupun lain-lain cara damai menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan yang sesuai dengan Piagam PBB.
  9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
  10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.* (M-2)