Ketua Komisi II DPR Sebut Pilkada Tidak Langsung Punya Landasan Konstitusional Kuat
FORUM KEADILAN – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menanggapi wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak langsung yang belakangan kembali mengemuka. Ia menegaskan, dari sudut pandang konstitusional, mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD memiliki dasar hukum yang kuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Rifqi menjelaskan, Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 menyebutkan bahwa gubernur, bupati, dan wali kota sebagai kepala pemerintahan daerah dipilih secara demokratis. Kata demokratis tersebut, menurutnya, dapat dimaknai dalam dua bentuk, yakni demokrasi langsung (direct democracy) maupun demokrasi tidak langsung (indirect democracy).
“Karena itu, pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagai bentuk dari indirect democracy memiliki landasan konstitusional yang kuat,” katanya kepada wartawan, Rabu, 31/12/2025.
Selain itu, ia menekankan, pilkada tidak termasuk dalam rezim pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945. Pasal tersebut hanya mengatur pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, serta DPRD. Dengan begitu, perdebatan mengenai mekanisme pilkada, khususnya pemilihan melalui DPRD, seharusnya tidak lagi dipersoalkan dari aspek konstitusional.
Terkait usulan agar gubernur ditunjuk langsung oleh presiden, yang sempat disinggung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rifqi menegaskan hal tersebut tidak dimungkinkan karena bersifat tidak demokratis. Namun, ia membuka kemungkinan adanya formula tengah, yakni presiden mengajukan satu hingga tiga nama calon gubernur kepada DPRD Provinsi.
Selanjutnya, DPRD melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebelum memilih satu nama untuk ditetapkan sebagai gubernur atas usulan presiden. Skema ini dinilai sejalan dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia, sekaligus menempatkan presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UUD 1945.
Mengenai apakah wacana Pilkada tidak langsung akan dimasukkan dalam revisi UU Pemilu, Rifqi menjelaskan, Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026 telah mengamanahkan Komisi II DPR RI untuk menyusun naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang atau Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Kalau dibaca secara hitam putih, UU Pemilu hanya mengatur dua jenis pemilu, yakni pemilihan umum presiden dan pemilihan umum legislatif,” jelasnya.
Sementara itu, pemilihan kepala daerah diatur dalam rezim UU tersendiri, yaitu UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Meski begitu, Rifqi menegaskan, Komisi II DPR RI siap membahas berbagai usulan mekanisme pilkada yang saat ini berkembang.
Ia juga membuka kemungkinan ke depan dilakukan kodifikasi hukum kepemiluan atau hukum pemilihan, dengan menggabungkan revisi UU Pemilu dan revisi UU terkait Pilkada untuk menata sistem pemilu dan pemilihan kepala daerah di Indonesia.*
Laporan oleh: Novia Suhari
