Selasa, 23 Desember 2025
Menu

Pemberi Suap Dirut PT Inhutani V Dituntut 3 Tahun dan 4 Bulan Penjara

Redaksi
Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi Nur dan staffnya Aditya Simaputra di sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 22/12/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi Nur dan staffnya Aditya Simaputra di sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 22/12/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi Nur dan staffnya Aditya Simaputra dituntut selama tiga tahun dan empat bulan pidana penjara karena memberikan suap kepada Dirut PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady sebesar SG$199.000.00 atau sekitar Rp2,5 miliar dalam kasus kerja sama pemanfaatan kawasan hutan di Provinsi Lampung.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyebut bahwa keduanya terbukti bersalah dalam perbuatan tindak pidana korupsi di kasus tersebut.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan empat bulan,” kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 22/12/2025.

Selain itu, penuntut umum juga menuntut Terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Sedangkan untuk terdakwa Aditya selaku ajudan Djunaidi, dituntut selama dua tahun dan empat bulan pidana penjara dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.

Atas perbuatannya, kedua terdakwa diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 KUHP.

Diberitakan sebelumnya, PT PML bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Lampung. Namun, terjadi sengketa antara dua perusahaan tersebut pada 2014. Perkara tersebut sempat dibawa ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di mana keduanya bersepakat untuk berdamai.

Namun pada Juli 2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Inhutani V terkait pengelolaan dan pendapatan biaya investasi untuk tahun buku 2017 hingga triwulan I 2019. Dalam kesimpulannya, BPK menilai bahwa PT Inhutani V tidak mendapat manfaat dari kerja sama tersebut.

Dicky baru menjabat sebagai Dirut Inhutani V pada Maret 2021. Dirinya mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas temuan BPK. Dalam putusan yang telah inkrah tersebut, PT PML dinyatakan telah melakukan wanprestasi dan menghukum membayar uang ganti rugi sebesar Rp3,4 miliar.

Pada 2023, PT PML mengajukan usulan revisi kerja usaha kepada Inhutani V terkait pengembangan kawasan hutan pada register 42, 43, dan 46. Selain itu, kedua perusahaan tersebut tetap melanjutkan kerja sama dengan syarat PML tetap membayar uang ganti rugi dan denda.

Pada 18 Juli 2024, Dicky mengajukan permohonan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH PBPH) PT Inhutani V Unit Lampung untuk periode 2018–2027 kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Namun, dalam pengajuan tersebut, ia tidak mengungkapkan kondisi sebenarnya terkait tanaman maupun penguasaan kawasan hutan.

Usai pengajuan itu, Dicky menghubungi Djunaidi dan meminta sejumlah uang untuk kepentingan pribadinya. Djunaidi pun menyetujui permintaan tersebut dengan harapan kerja sama antara kedua pihak tetap berlanjut.

Keduanya kemudian kembali bertemu di Golf Senayan Resto pada 23 Juli 2025. Dalam pertemuan itu, Djunaidi membicarakan kelanjutan kerja sama penanaman tebu, yang direspons Dicky dengan menyediakan lahan seluas 5.000 hektare. Pada kesempatan yang sama, Dicky juga meminta agar kendaraan pribadinya, Mitsubishi Pajero Sport, diganti dengan mobil jenis Jeep.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi