Sabtu, 20 Desember 2025
Menu

Risma Nilai Jadup Rp10 Ribu Perlu Dilihat Jangka Panjang

Redaksi
Mantan Menteri Sosial sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Penanganan Bencana Tri Rismaharini, di Jakarta Timur, Jumat, 19/12/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Mantan Menteri Sosial sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Penanganan Bencana Tri Rismaharini, di Jakarta Timur, Jumat, 19/12/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Menteri Sosial (Mensos) sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Penanganan Bencana Tri Rismaharini, menanggapi usulan pemberian bantuan Jaminan Hidup (Jadup) sebesar Rp10 ribu per orang yang diinisiasi Mensos saat ini, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul. Menurut Risma, besaran bantuan tersebut kemungkinan disesuaikan dengan kondisi keuangan negara.

“Ya mungkin kan disesuaikan dengan kondisi keuangan,” katanya, di Jakarta Timur, Jumat, 19/12/2025.

Meski demikian, Risma menekankan bahwa tantangan paling berat bagi korban bencana justru terjadi pada fase pascabencana. Berdasarkan pengalamannya meninjau langsung wilayah terdampak di tiga provinsi, ia menilai, persoalan utama bukan hanya pada bantuan awal, melainkan pada keberlanjutan kehidupan masyarakat ke depan.

“Yang paling berat itu pasca itu. Someday, yang akan nyumbang itu mungkin juga akan berhenti. Nah sementara mesin ekonomi mereka itu hancur,” jelasnya.

Risma mencontohkan kerusakan pada sektor pertanian dan perikanan yang menjadi sumber penghidupan utama warga. Banyak lahan sawah yang rata akibat bencana dan tidak bisa langsung ditanami kembali, meski kondisi tanahnya sebelumnya tergolong baik. Selain itu, tambak-tambak milik warga juga tertutup lumpur sehingga tidak dapat segera digunakan.

“Contohnya misalkan sawah itu sudah rata. Itu enggak bisa langsung ditanami. Yang kedua juga tambak, tambak itu sudah penuh lumpur,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Risma mengatakan, pemerintah perlu memikirkan langkah pemulihan jangka panjang, khususnya dalam menghidupkan kembali mesin ekonomi masyarakat terdampak, selain penyediaan hunian.

“Mungkin yang harus kita pikirkan itu ke depannya. Bukan hanya hunian mereka, tapi mesin ekonomi mereka yang harus jalan. Karena kalau enggak, mereka akan kesulitan ke depannya,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari