Pengamat UNAS: Komunikasi Pejabat Indonesia Saat Bencana Masih Buruk, Perlu Reformasi Menyeluruh
FORUM KEADILAN – Pengamat Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional (UNAS) Selamat Ginting menilai komunikasi publik para pejabat Indonesia saat menghadapi bencana alam masih jauh dari ideal. Hal itu disampaikannya dalam materi bertajuk “Komunikasi Publik Saat Bencana” kepada peserta Sekolah Politik Masyumi (SPM) Angkatan Pertama, Rabu, 10/12/2025 malam.
Selamat Ginting menguraikan bahwa lemahnya komunikasi bencana di Indonesia terutama dipicu oleh tidak adanya disiplin pesan, perebutan panggung untuk pencitraan, serta minimnya pelatihan komunikasi krisis di kalangan pejabat. Menurutnya, situasi ini sering terlihat dari pernyataan pejabat yang saling bertentangan, perubahan narasi yang cepat, hingga penyampaian data yang tidak konsisten.
“Banyak pejabat merasa harus tampil bicara, padahal seharusnya hanya ada satu sumber informasi utama. Akibatnya, masyarakat yang sedang terdampak justru makin bingung,” jelas wartawan senior yang berada di Aceh pada 25-30 November 2025 lalu, saat terjadinya bencana.
Selain itu, fokus komunikasi saat bencana kerap bergeser menjadi ajang menunjukkan kinerja, bukan penyampaian informasi penting seperti risiko lanjutan, kondisi lapangan, ataupun instruksi keselamatan.
“Ini membuat publik menilai pemerintah tidak empatik dan terlalu defensif,” ujar dosen tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAS.
Perlu Perbaikan Sistemik
Untuk memperbaiki situasi, Selamat Ginting menekankan perlunya pembentukan Crisis Communication Center (Pusat Komunikasi Krisis) sebagai pusat kendali narasi nasional saat bencana. Di negara maju seperti Jepang dan Selandia Baru, katanya, pejabat politik hanya menyampaikan kebijakan, sementara data teknis dijelaskan langsung oleh para ahli.
Ia juga menegaskan pentingnya pelatihan wajib komunikasi krisis bagi seluruh pejabat pusat dan daerah, termasuk kemampuan memberikan briefing, komunikasi empatik, serta literasi risiko.
“Pejabat harus tahu apa yang boleh dan tidak boleh diucapkan,” tegas Ginting yang pernah menjadi bagian dari tim komunikasi publik nasional Satgas Covid-19 pada 2020-2022.
Selain itu, Ginting mendorong penerapan SOP (Standar Operasional Prosedur) komunikasi yang ketat, mulai dari format rilis data, waktu pembaruan informasi, hingga larangan spekulasi dan komentar bernada politik. Semua lembaga, katanya, juga harus sepakat menggunakan satu sumber data yang sama.
Protokol Kebencanaan yang Ideal
Mengutip praktik terbaik internasional seperti FEMA (Federal Emergency Management Agency) – Amerika Serikat, UNDRR (United Nations Office for Disaster Risk Reduction) – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dan JMA (Japan Meteorological Agency) – Jepang, institusi-institusi manajemen bencana penting yang mengurusi pencegahan, kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan bencana, Ginting menyebut setidaknya ada lima prinsip utama komunikasi bencana yang harus dipegang: cepat, tepat, konsisten, transparan, dan empatik. Rilis pertama informasi idealnya keluar maksimal satu jam sejak kejadian.
Protokol ideal juga mencakup aktivasi pusat komando komunikasi, penyusunan pesan kunci, rilis data terjadwal, penggunaan multi-saluran seperti TV nasional hingga SMS darurat, serta pelarangan komentar politik yang dapat mengganggu kejelasan informasi teknis.
Bangun Kepercayaan Sebelum Bencana
Menurut Ginting, inti dari seluruh perbaikan komunikasi bencana adalah kepercayaan publik. Pemerintah harus membangun trust buffer jauh sebelum bencana terjadi
“Jika kepercayaan dasar publik kuat, maka instruksi evakuasi pun akan lebih mudah diikuti,” ujar Ginting yang pernah memimpin liputan bencana tsunami Aceh dan Sumatera Utara, pada Desember 2004.
Di akhir paparannya, Ginting merangkum langkah-langkah utama yang harus dilakukan pemerintah: menyiapkan juru bicara tunggal, memastikan data teknis hanya dari lembaga teknis, menjaga kecepatan dan konsistensi pesan, membangun SOP komunikasi kebencanaan yang baku, serta meningkatkan kapasitas pejabat melalui pelatihan komunikasi risiko.*
Laporan oleh: Selamat Ginting
